Title: Datu-Datu Terkenal Kalimantan Selatan | Author: Fahrurraji Asmuni, S. Pd, MM.| Edition language: Indonesian | Publisher: Hemat| Edition: 2nd Edition, 2013 |Status: Owned Book (given by the author) | Date received: 6 September 2013 | My rating: 3 of 5 stars
***
Senang itu….
Ketika kamu pulang kampung diakhir pekan….
Dan saat tiba di rumah….
Adikmu yang baru pulang sekolah bilang….
Kamu dapat 2 buku gratis dari Pak Guru ^^
Alhamdulillah dapat dua buku gratis lagi dari Bapak Fahrurraji Asmuni, guru Bahasa Indonesia SMA saya . Saking senangnya, saya sampai lupa menitipkan ucapan terima kasih.
Total, saya sudah diberi 4 buku gratis karangan beliau. Buku-buku tersebut adalah Sastra Lisan Banjar Hulu, Sajadah Iblis, Datu-Datu Terkenal Kalimantan Selatan, dan Syekh Abdul Hamid Abulung: Korban Politik Penguasa. Terima kasih banyak ya Bapak. Saya jadi malu nih dikasih buku gratis terus, ahaha.
Tapi kalau buku terbaru Bapak terbit lagi, boleh deh saya dikasih gratis lagi, *lhoooo* XD
Ehm, oke deh, saatnya membahas bukunya. Sebetulnya, ketika saya masih SMA, jangan ditanya kapan karena sudah lama sekali, saya jadi berasa tua, buku ini sudah terbit. Edisi yang saya punya ini, merupakan edisi cetak ulang oleh penerbit yang berbeda.
Sebenarnya, sudah sejak dulu saya ingin membaca buku ini. Tapi….judulnya itu loh, bikin malas *kena keplak*.
Terutama saat melihat daftar panjang nama para Datu yang ada di cover belakang. Dalam bayangan saya, buku ini bakalan ditulis dengan “gaya buku sejarah”. Pasti deh isinya silsilah para Datu, lengkap dengan keturunannya, yang menurut pengalaman saya setelah membaca buku-buku seperti itu, pasti banyakan saya skip saja.
Tetapi saya keliru, buku ini ternyata ditulis seperti cerita rakyat. Dan layaknya cerita, kisahnya mengalir dan bisa saya tamatkan sekali duduk. Membaca buku ini rasanya seperti membaca buku dongeng alih-alih buku sejarah. Eh tapi yang mengatakan ini buku sejarah siapa juga ya?, ahaha.
Setelah usut-mengusut, saya akhirnya menemukan di mana letak kesalahpahaman saya. Saya kecele dengan judul bukunya. Buku ini berjudul “Datu-datu Terkenal di Kalimantan Selatan”. Nah, sugesti awal saya setelah melihat judulnya adalah buku ini merupakan buku “Sejarah Datu-Datu”, bukan buku “Cerita Datu-Datu”. Saking tersugestinya saya, saya sampai tidak ngeh kalau dibagian kata pengantar, sebenarnya sudah disebutkan kalau buku ini berisi “Cerita Datu-Datu”.
Saya baru sadar setelah saya membaca sampai pada cerita Datu Ala, tepatnya di paragraf berikut,
“Demikian sekelumit cerita mengenai Datu Alabio, sedangkan benar atau tidaknya cerita ini penilaiannya diserahkan kepada para pembaca.”
(hal 13)
Ohhhh, ternyata buku ini bukan buku sejarah. Apalagi kalau diteruskan membaca sampai ke chapter Datu Haji Batu. Cerita beliau ini mirip cerita Damarwulan yang mencuri selendang bidadari.
Namun, ada juga kisah yang memang merupakan fakta sejarah. Seperti Datu Kalampayan misalnya. Datu ini memang sangat terkenal. Makam dan karya beliau masih ada sampai sekarang.
Selain Datu Kalampayan, total ada 36 Datu yang kisahnya dimuat dalam buku ini. Mereka adalah:
- Datu Abdullah
- Datu Abulung
- Datu Ahmad Balimau
- Datu Ala
- Datu Aling
- Datu Arya Tadung Wani
- Datu Banua Lima
- Datu Bumburaya
- Datu Burung
- Datu Candi Agung
- Datu Daha
- Datu Gadung
- Datu Haji Batu
- Datu Kalampayan
- Datu Kandang Haji
- Datu Karipis
- Datu Kartamina
- Datu Kasan
- Datu Kurba
- Datu Landak
- Datu Magat
- Datu Murkat
- Datu Nafis
- Datu Niang Thalib
- Datu Nihing
- Datu Ning Mundul
- Datu Nuraya
- Datu Patih Ampat
- Datu Pujung
- Datu Sanggul
- Datu Suban
- Datu Sungsum
- Datu Taniran
- Datu Tungkaran
- Datu Tungku
- Datu Ulin
Nah, mari kita cek seberapa kenalkah saya dengan Datu-datu ini. Dari ketiga puluh enam Datu ini, saya cuma mengenal, atau lebih tepatnya, pernah mendengar nama Datu Kalampayan, Datu Nuraya, dan Datu Sanggul. 3 dari 36. Astagaaaaa….saya ini orang Kalimantan Selatan atau bukan yak? *tutup muka pakai ember*.
Dengan penasaran, saya membaca kisah Datu yang pertama, Datu Abdullah. Dan kejutan… Datu Abdullah ini ternyata orang Amuntai. Amuntai is my hometown. Tempat tinggal beliau di daerah Sungai Malang. Sungai Malang mah dekat sekali dengan rumah saya. Bisa dibilang kita tetanggaan. Namun, saya tidak pernah mendengar nama Datu Abdullah. Haduh, saya merasa gagal jadi orang Amuntai. *nangis*
Datu Abdullah ini ternyata seorang pejuang. Dan lewat kisah belliau, pertanyaan yang menghantui saya selama ini akhirnya terjawab.
Saya selama ini bertanya-tanya, kenapa penjajah Belanda sampai bisa menang melawan rakyat Kalimantan. Kalau boleh sombong sedikit, orang Kalimantan tempo dulu itu terkenal dengan kemampuan ilmu gaibnya yang sangat hebat dan cenderung …. eh…. mengerikan.
Dalam bayangan saya sih tinggal santet saja itu para penjajah, beres deh. Atau keluarkan saja mandau terbang, sumpit beracun, menghilang tiba-tiba, keluarkan penyakit, bersekutu dengan hantu, dan sebagainya. *tetiba jadi kejam*.
Etapi ternyata Belanda memang pintar. Benar awalnya Belanda kewalahan menghadapi pasukan Datu Abdullah yang mempunyai kemampuan gaib untuk bisa menghilang.
Tapi penjajah Belanda bernama Van der Wijck mengatakan seorang pejuang harus bertarung secara ksatria. Tidak boleh ada ilmu gaib ala hilang-menghilang kayak gitu. Kalau masih tetap pakai ilmu gaib juga, nanti daerah Sungai Malang akan dibumihanguskan.
Yah, begitulah. Kisah akhirnya bisa ditebak, kan? Jelas para pejuang kita kalah menghadapi persenjataan Belanda yang jauh lebih hebat. Maka perjuangan Datu Abdullah pun berakhir.
Oke, itu baru cerita Datu Abdullah, kalau saya ceritakan semuanya satu-satu ntar bakalan kepanjangan, spoiler dan tidak asik lagi. Jadi, baca sendiri saja ya bukunya. Kisahnya seru-seru loh.
Selain itu ada banyak pengetahuan baru yang saya sebagai orang asli daerah pun tidak tahu. Meskipun pengetahuan tersebut statusnya masih cerita dari mulut ke mulut.
Dari buku ini, tepatnya pada kisah Datu Banua Lima, saya baru tahu kalau Kerajaan Negara Dipa bukanlah kerajaan pertama di Kalimantan Selatan. Sebelumnya ada Kerajaan Tanjungpuri yang berasal dari para pendatang dari Kerajaan Sriwijaya.
Yang dari Kalimantan Selatan pasti familiar dengan nama Tanjungpuri kan? Tanjungpuri itu nama daerah tempat objek wisata di Kabupaten Tabalong. Nah saya baru tahu kalau nama Tanjungpuri itu berasal dari nama kerajaan, *dasar tidak gaul*.
Saya juga baru tahu kalau Puteri Junjung Buih adalah puteri dari Raja Kartapala. Raja yang memerintah di Kerajaan Tanjungpuri.
Rasanya dulu saya pernah membaca entah di buku mana kalau Puteri Junjung Buih ini lahir dari buih yang muncul dari hasil pertapaan Lambung Mangkurat. Lambung Mangkurat kan Patih dari Kerajaan Negara Dipa? So, jadi yang mana yang benar ya?
Saya juga baru tahu kalau ada tiga nama Kabupaten di daerah Hulu Sungai yang diambil dari nama Lima Panglima Kerajaan Tanjung Puri. Mereka adalah Tabalong, Balangan dan Tapin. Dua sisanya merupakan nama daerah di Kabupaten Hulu Sungai Tengah dan Kabupaten Hulu Sungai Selatan, yaitu Alai (Batang Alai) dan Hamandit (Batang Hamandit). Kisah Datu Banua Lima ditutup dengan kisah + fakta yang membuat saya yang berasal dari daerah pahuluan ini merasa bangga luar biasa ^^
Dari kisah Datu Patih Ampat, saya baru tahu kalau Datu Pambalah Batung yang — nama beliau dijadikan nama Rumah Sakit di Amuntai sekaligus nama jalan rumah saya — beserta tiga Datu lainnya, meskipun sudah gaib, tapi ternyata masih bisa dipanggil. Nah, hayooo, siapa yang berani coba memanggil Datu? 😀
Sebelum membaca buku ini, saya menganggap sebutan Datu ini hanya untuk orang-orang yang memiliki keramat yang ilmu agama Islamnya tinggi semisal Datu Kalampayan.
Tapi ternyata para panglima kerajaan jaman dulu pun bisa dipanggil Datu. Setelah saya cek di Kamus Besar Bahasa Indonesia. Salah satu dari arti Datu adalah orang yang keramat. Jadi asalkan punya keramat maka seseorang sudah bisa dipanggil Datu.
Dari tadi saya banyak membahas Datu-Datu yang berasal dari kerajaan lama. Lalu bagaimana dengan Datu-Datu yang ilmu agama Islamnya nya tinggi? Semisal Datu Kalampayan, Datu Nuraya, Datu Sanggul, Datu Suban dan Datu-Datu lainnya.
Well, sekali lagi, silakan dibaca sendiri. Membaca kisah-kisah para Datu ini membuat saya merasa kalau ilmu agama saya masih sangat sangat sangat jauh sekali. Ya iyalah ya, dibandingkan sama Pak Haji di seberang rumah saja saya masih kalah jauh ;(
Tapi kisah mereka tidak membuat saya minder dan pasrah. Biasanya sih kalau saya melihat orang yang tampaknya lebih alim daripada saya, saya akan merasa minder. Namun, kisah-kisah para Datu ini malah membuat saya semangat untuk meningkatkan ibadah. Mungkin gara-gara keramat beliau-beliau ini ya? Wallahu a’lam.
Oh ya, ada satu lagi informasi penting dari buku ini yang membuat saya penasaran sekali ingin mencoba. Ini ada hubungannya dengan lewat di daerah Tatakan di Kabupaten Tapin. Catat ya, cuma “lewat”.
Ngomong-ngomong, apakah kalau kita ingin pergi dari Banjarmasin ke Hulu Sungai otomatis akan melewati Tatakan? Nanti saya cari tahu dulu deh. Pokoknya ada yang ingin saya coba. Penasaran? Baca saja kisahnya di cerita Datu Nuraya 😀
Terus…terus…soal tampilan bukunya. Saya lebih suka cover yang ini daripada cover edisi lama. Tapi typo atau kesalahan ketik di dalamnya banyak sekali.
Sebetulnya saya tidak terlalu bermasalah dengan typo. Asal kata-katanya masih bisa dibaca dan dimengerti maka tidak apa-apa. Soalnya saya yang cuma mengetik tulisan di blog saja masih belum bisa bebas dari typo, apalagi mengetik untuk sebuah buku yang tebalnya ratusan halaman.
Tapiiii kan kalau typo-nya kebanyakan, mengganggu juga sih 😀 . Semoga nanti kalau di cetak ulang lagi kisah Datu-Datu ini bisa bebas dari typo. Meskipun penerbitnya cuma penerbit lokal, bukan berarti kita tidak bisa bebas dari typo seperti penerbit-penerbit besar di pulau Jawa kan 😉
Kemudian lanjut ke soal siapa yang cocok membaca buku ini. Mmmmm….saya rasa buku ini kurang cocok untuk dibaca anak kecil meskipun kisah-kisahnya bergaya dongeng. Ada beberapa cerita yang cenderung ke cerita orang dewasa. Ada cerita yang menurut saya kelewat seram sampai saya tidak berani ke kamar mandi malam-malam. Ada juga yang membuat saya merasa kalau ada makhluk halus yang memandangi saya waktu saya tidur.
Terus sekedar info, kalau ada yang iseng ngecek ISBN di cover belakang buku, saya rasa ISBN nya salah cetak. Soalnya ISBN itu punyanya buku Sajadah Iblis. Tapi ISBN yang di bagian identitas buku di halaman depan benar saja kok.
At last, saya memberi 3 dari 5 bintang untuk buku Datu-Datu Terkenal Kalimantan Selatan. Terutama untuk pengetahuan-pengetahuan baru dan cerita-cerita Datu-nya yang memotivasi.
NB: Antrian baca saya berikutnya adalah buku hadiah yang kedua, judulnya Syekh Abdul Hamid Abulung: Korban Politik Penguasa. Tunggu review-nya ya *wink*