***
Hanna,
listen.
Don’t cry, don’t cry.
The world is envy.
You’re to perfect
and she hates it.
(Interlude, hlm. 367)
Bagus banget kisahnya.
Dari ucapan terima kasih penulis, saya baru tahu kalau novel ini bergenre New Adult, walaupun saya masih belum sepenuhnya paham apa itu genre New Adult (#^.^#). Biasanya novel-novel seperti ini saya pukul rata ke dalam genre romance.
Tadi, saya sudah bilang ya kalau novel ini bagus banget. Oke, saya katakan sekali lagi kalau novel ini memang bagus banget. Setidaknya bagi saya sih. Ceritanya mengalir begitu saja, membuat saya terhanyut.
Mmm, tapi sesekali tersenyum juga sih, cuma bukan karena ada adegan lucu, tapi karena nama Kai. Soalnya, Kai dalam bahasa Banjar-nya Kalimantan Selatan, artinya kakek. *sungkem*.
Tapi Kai disini bukan kakek kok. Kai adalah seorang pemuda super bandel. Bandel tapi menarik. Kepiawaiannya bermain gitar dan arti dibalik namanya mampu menyelamatkan seorang gadis bernama Hanna—yang saking terlukanya dia—ingin berubah menjadi buih di laut, seperti Little Mermaid (entah kenapa saya suka sekali dengan koneksi antara Hanna dan Little Mermaid ini).
Namun gadis itu ternyata juga menyelamatkan Kai. Kai mungkin terlihat bandel di luar, tapi sebenarnya dia juga terluka. Kai adalah anak bungsu dari keluarga kaya, Kai kuliah di Universitas bergengsi di ibukota, tapi keluarganya jauh dari deskripsi keluarga bahagia. Ayahnya begitu dingin, ibunya terlalu memaksakan kehendak, dan kakak-kakaknya terkesan tidak peduli. Sebagai pelarian, Kai jadi pemuda bandel dan b*r*ngs*k kalau menurut gadis-gadis.
Tapi Kai sama sekali tidak b*r*ngs*k kalau berada di hadapan Hanna. Kai jadi berubah menjadi pria romantis dan ingin menjadi penolong Hanna.
“Kalau begitu, biar aku jadi lautmu.” Tangan Kai terulur untuk Hanna. “Aku akan membantumu meluruhkan semua cela itu.”
(Interlude, hlm. 195)
Ngomong-ngomong, kata-kata “The world is envy. You’re too perfect and she hates you.” yang saya kutip pertama kali di atas, memberikan saya pandangan baru terhadap ketidakadilan-ketidakadian yang saya rasa sudah saya alami dalam hidup. Somehow, kalimat itu terasa menenangkan. Dunia hanya iri karena kita terlalu sempurna, dan dia benci itu.
So, tidak ada dari kita yang sempurna. Kai dan Hanna mengerti itu. Kedua-duanya sama-sama menyimpan luka. Tapi mereka menerima kekurangan masing-masing, saling percaya, dan saling memberi kesempatan untuk bisa berubah menjadi lebih baik. *sotoy*.
At last, sekali lagi saya bilang, bukunya bagus banget (menurut saya loh ya). 4 dari 5 bintang untuk Interlude. I really liked it.
***
Judul: Interlude | Pengarang: Windry Ramadhina | Penerbit: Gagas Media | Edisi: Bahasa Indonesia, Cetakan I, 2014, 372 halaman | Status: Pinjam di Perpustakaan Daerah Kab. Hulu Sungai Utara | Rating saya: 4 dari 5 bintang
***
Submitted for