Hari kedua event HUT ke-5 BBI \^_^/
Sebenarnya saya agak malu untuk ikutan tema hari ini. Saya khawatir kalau isi surat saya malu-maluin. Saya kan ga jago nulis ;(. *tutupmukapakailaptop*.
Sempat terbersit ide untuk menulis surat ke pengarang asing dalam bahasa Indonesia, atau menulis surat ke pengarang-pengarang buku klasik yang hidup ratusan tahun yang lalu, dengan harapan kemungkinan malu-maluinnya jadi kecil.
Eh tapi, setelah dipikir-pikir lagi, mumpung ada event HUT BBI, sayang juga kalau kesempatan ini tidak dimanfaatkan untuk menyampaikan rasa terima kasih saya kepada pengarang favorit saya di Indonesia, mumpung sama-sama mengerti bahasa Indonesia dan sama-sama masih hidup, *eh*.
Errr….sebenarnya ada beberapa pengarang Indonesia favorit saya, tetapi pada kesempatan ini, saya ingin menulis surat terbuka untuk Mas Ahmad Fuadi, untuk menyampaikan ucapan terima kasih saya, untukTrilogi 5 Menaranya yang begitu menginspirasi.
***
Kepada Mas Ahmad Fuadi,
Saya sudah membaca novel Negeri 5 Menara jauh sebelum saya mempunyai blog buku, sehingga kesan pertama saya setelah membaca novel tersebut tidak terekam di blog ini.
Tapi saya masih ingat, waktu itu, saya was-was karena Alif tidak berhasil memperjuangkan cita-citanya untuk menjadi insinyur. Alif seakan-akan kalah dengan menuruti kehendak Amak untuk belajar di sekolah agama.
Saya pernah berada di situasi yang mirip dengan Alif. Meskipun saya yakin orang tua saya tidak akan marah kalau saya menentang kehendak mereka, tetapi saya, meskipun terpaksa, memilih untuk menurut. Karena menentang berarti membuat mereka khawatir. Dan saya takut kekhawatiran mereka bergaung sampai ke langit dan berubah menjadi doa.
Oleh karenanya, saya menyatakan diri saya kalah, seperti Alif, dan bersiap melakukan apapun harapan orang tua kepada saya, dan mengubur impian saya sendiri.
Belakangan setelah menamatkan Trilogi 5 Menara, saya baru menyadari, kalau Alif ternyata tidak kalah. Keputusan Alif untuk mengikuti kehendak Amak benar adanya.
Kisah Alif, dengan mantra man jadda wajada, man shabara zhafira dan man saara ala darbi washala-nya, memberikan semangat kepada saya untuk kembali besungguh-sungguh, bersabar dan tetap fokus untuk meraih cita-cita tanpa menentang kehendak orang tua. Meskipun jalan yang dilalui tampak memutar dan lebih panjang, tapi jalan tersebut memberikan saya bekal untuk menuju muara yang saya impikan.
Jadi, terima kasih Sir. Terima kasih karena sudah menuliskan kisah pemberi semangat berlatar pondok pesantren dengan filosofi Islamnya yang keren. Pondok pesantren, tidak pernah tampak semenyenangkan ini. Sebelumnya, pondok pesantren selalu terkesan misterius dan kaku bagi saya.
Terakhir, semoga saya bisa selalu ingat dengan tiga mantra dari Pondok Madani. Semoga ketiga mantra itu selalu bisa menghasilkan “sihir ajaib” sebagaimana mestinya. Terima kasih selalu untuk Mas Ahmad Fuadi.
Salam,
Ira 🙂
***
Baiklah, ini surat terbuka saya untuk pengarang favorit. Untuk memeriahkan HUT ke-5 BBI, ayo kirimkan juga surat terbuka kepada pengarang favoritmu. Daaaaaaan….jangan lupa intip surat terbuka member-member BBI yang lainnya di sini ya 😉
Have fun on BBI 5th Anniversary \^_^/