Posted in Biography, Books, Fahrurraji Asmuni, Hemat, Non Fiction

Syekh Abdul Hamid Abulung: Korban Politik Penguasa Review

syekh_abdul_hamid_abulung_korban_politik_penguasa_by_fahrurraji_asmuni

Title: Syekh Abdul Hamid Abulung: Korban Politik Penguasa | Author: Fahrurraji Asmuni, S. Pd, MM.| Edition language: Indonesian | Publisher: Hemat| Edition: 2nd Edition, April 2014 | Page: 80 pages | Status: Owned Book (given by the author) | Date received: 6 September 2013 |  My rating: 3 of 5 stars

***

Sinopsis:

Di hadapan raja, Datu Abulung mengatakan bahwa beliau tidak dapat dibinasakan dengan alat apapun dan jika raja membinasakannya haruslah dengan senjata yang berada di dinding rumah beliau dan menancapkan ke dalam daerah lingkaran yang beliau tunjkkan yaitu di belikat beliau. Beliau berpesan, “jika darah yang keluar dari tubuhku berwarna merah, maka aku dan ajaranku yang salah, tetapi jika darah yang keluar dari tubuhku nanti berwarna putih, maka aku berada dalam kebenaran. Setelah berkata demikian, Datu Abulung shalat dua raka’at, ketika beliau shalat itulah senjata tersebut ditusukkan di tempat yang sudah beliau tunjukkan, maka memancarlah darah segar berwarna putih. Namun yang sangat aneh dan mengagumkan adalah bahwa dari ceceran darah segar Datu Abulung tertulis kalimat “Laa Ilaaha Ilallah Muhammadur Rasulullah”. Suasana jadi hening, hadirin bungkam menyaksikan kepergian Datu Abulung ke alam sejati.

Buku kedua hasil dapat gratisan dari guru saya. Cerita lengkap gratisan-nya bisa dilihat di review buku pertama di sini 😀

Setelah membaca sinopsis di atas, tidak heran mengapa diantara 36 Datu yang ada di buku Datu-datu Terkenal Kalimantan Selatan, Syekh Abdul Hamid Abulung atau Datu Abulung, “dituliskan” bukunya tersendiri.

Datu Abulung yang bernama asli Haji Abdul Hamid hidup dari tahun 1148 – 1203 H. Di buku ini dijelaskan bagaimana beliau mendapat gelar Syekh dan Datu, tapi tidak disebutkan kenapa beliau dikenal dengan nama Datu Abulung.

Membaca buku ini, membuat saya menyadari bahwa bahkan di Kalimantan Selatan pun, yang sebelumnya saya kenal sebagai daerah yang aman dan minim konflik, ternyata pernah terjadi peristiwa yang …. errr…. sangat sulit saya percayai pernah terjadi. Datu Abulung ternyata pernah membuat kesal Sultan jaman dahulu sehingga sang Sultan berusaha menyingkirkan beliau dengan berbagai cara.

Apa yang dilakukan oleh Datu Abulung sehingga membuat Sultan Banjar marah? Well, silakan baca sendiri ceritanya karena menurut saya topik ini sedikit sensitif 🙂

Buku ini memberikan kesan sebagai pembersihan nama baik bagi Syekh Abdul Hamid dan juga Syekh Muhammad Arsyad. Di buku Datu-datu Terkenal Kalimantan Selatan, disebutkan bahwa Syekh Muhammad Arsyad ikut berperan dalam keputusan hukuman mati bagi Datu Abulung. Di buku ini dijelaskan bukti-bukti bahwa hal tersebut tidak benar.

Typo atau kesalahan ketik di buku ini masih banyak. Tapi, somehow, tidak terlalu mengganggu seperti di buku Datu-datu Terkenal Kalimantan Selatan.  Oh ya, ada satu kata dalam bahasa daerah Kalimantan Selatan (bahasa banjar) yang nyelip di buku ini. Tepatnya ada di halaman 24 di kalimat berikut:

…., apabila salah daripada mereka meninggal dunia, maka yang satu kena memandikannya.

Kata kena dalam kalimat di atas bisa diartikan sebagai nanti dalam bahasa Indonesia. Ngomong-ngomong membaca kalimat di atas langsung mengingatkan saya dengan gaya bicara guru saya yang juga sekaligus si pengarang buku ini. Persis sekali 🙂

Buku ini tidak hanya menceritakan kisah hidup Datu Abulung, tapi juga hubungan beliau dengan Syekh Muhammad Aryad, ajaran-ajaran beliau, dan keturunan serta pengikut beliau yang masih hidup sampai sekarang. Khusus bagian tentang ajaran-ajaran beliau, membuat saya, untuk sekali lagi menyadari, bahwa tingkat spiritual saya masih sangat jauh.

Overall, buku ini membuat saya menyadari bahwa masih banyak yang tidak saya ketahui tentang daerah dan agama saya sendiri. Kisah yang diceritakan dalam buku ini sangat dekat tapi sekaligus terasa sangat jauh. Membaca kisah hiduh Datu Abulung seperti membaca kisah hidup seorang wali yang nun jauh di seberang pulau. Padahal beliau adalah seorang Syekh yang berperan besar menyebarkan agama Islam di daerah saya sendiri.

Saya mengucapkan banyak terima kasih kepada guru saya yang memberikan buku beliau ini dengan cuma-cuma. Jujur kalau tidak diberi gratis saya mungkin tidak akan membaca buku ini *ditimpuk pakai sendal*.

Buku dengan genre seperti ini bukan my cup of tea. Tapi saya rasa buku ini wajib dibaca oleh orang-orang yang hidupnya jauh dari “dunia pesantren” seperti saya. Terutama untuk orang-orang Kalimantan Selatan. Bangga rasanya mengetahui daerah sendiri ternyata juga pernah mempunyai ulama hebat.

Kalau boleh request, saya harap nanti juga ada buku tentang ulama-ulama dibalik Pesantren Rakha yang ada di daerah Amuntai. Jujur saya tidak tahu apa-apa tentang pesantren tersebut. Padahal pesantrennya dekat sekali dengan rumah saya. *ngesot minder*.

Sama seperti kisah nya yang terasa dekat tapi jauh sekaligus, gaya penulisan buku ini, somehow, terasa lancar dan tidak lancar sekaligus. Saya cukup nyaman dengan gaya penulisannya, tapi typo dan kalimatnya yang terlalu panjang, serta informasi yang kurang lengkap membuat nya terasa tidak nyaman.

Contoh informasi yang kurang lengkap misalnya seperti yang sudah saya jelaskan di atas. Tidak dijelaskan kenapa Syekh Abdul Hamid lebih dikenal dengan nama Datu Abulung, meskipun kenapa beliau mendapat gelar Syekh dan Datu sudah ada.

Kemudian ada juga tentang shalat daim. Memang dijelaskan apa itu shalat daim tapi jujur saya masih bingung tentang shalat daim karena saya rasa ada yang missing dalam penuturannya. Apakah shalat daim itu shalat lima waktu seperti yang disebutkan di awal sub bab ataukah shalat yang setidak-tidaknya dilaksanakan sekali seumur hidup seperti yang disebutkan di akhir sub bab atau dua-duanya benar tergantung pendapat ulama mana yang kita ikuti.

Dan ngomong-ngomong tentang bagaimana keramatnya Datu Abulung yang kebal terhadap berbagai usaha pembunuhan, saya jadi teringat legenda Achilles dari Yunani dan juga cerita fantasi Percy Jackson by Rick Riordan. Mereka hanya sama-sama bisa dibunuh jika dilukai pada titik tertentu di tubuh.

Selain itu juga pembuktian kata-kata Datu Abulung dengan darah merah dan darah putih beliau. Mirip legenda Banyuwangi ya. Sebagai pembuktian apakah si korban bersalah atau tidak. Kalau tidak bersalah maka air sungai akan beraroma wangi.

Mengingat kemiripan-kemiripan ini membuat saya iseng berpikir bagaimana sebuah kejadian bisa memiliki kesamaan seperti itu. Dengan pengecualian kisah Datu Abulung yang saya rasa memang benar-benar terjadi, saya jadi berpikir dari mana ide dari peristiwa yang ada di dalam cerita Achilles atau Banyuwangi itu berasal, apakah memang benar-benar terjadi, hanya khayalan yang tiba-tiba muncul dari kepala pengarang, atau dari cerita mulut ke mulut yang awalnya hanya bersumber dari suatu peristiwa yang benar-benar terjadi tapi karena telah tersebar terciptalah versi masing-masing daerah. Wallahu a’lam.

At last,  3 dari 5 bintang untuk kisah hidup Datu Abulung. Terutama untuk keberhasilannya yang membuat saya ingin lebih banyak lagi membaca buku-buku sejenis ini.

So, I liked it 😀

Posted in Books, Fahrurraji Asmuni, Hemat, Non Fiction

Datu-Datu Terkenal Kalimantan Selatan Review

IMG_20140913_0004
Title: Datu-Datu Terkenal Kalimantan Selatan | Author: Fahrurraji Asmuni, S. Pd, MM.| Edition language: Indonesian | Publisher: Hemat| Edition: 2nd Edition, 2013 |Status: Owned Book (given by the author) | Date received: 6 September 2013 |  My rating: 3 of 5 stars

***

Senang itu….

Ketika kamu pulang kampung diakhir pekan….

Dan saat tiba di rumah….

Adikmu yang baru pulang sekolah bilang….

Kamu dapat 2 buku gratis dari Pak Guru ^^

Alhamdulillah dapat dua buku gratis lagi dari Bapak Fahrurraji Asmuni, guru Bahasa Indonesia SMA saya . Saking senangnya, saya sampai lupa menitipkan ucapan terima kasih.

Total, saya sudah diberi 4 buku gratis karangan beliau. Buku-buku tersebut adalah Sastra Lisan Banjar Hulu, Sajadah Iblis, Datu-Datu Terkenal Kalimantan Selatan, dan Syekh Abdul Hamid Abulung: Korban Politik Penguasa. Terima kasih banyak ya Bapak. Saya jadi malu nih dikasih buku gratis terus, ahaha.

Tapi kalau buku terbaru Bapak terbit lagi, boleh deh saya dikasih gratis lagi, *lhoooo* XD

Ehm, oke deh, saatnya membahas bukunya. Sebetulnya, ketika saya masih SMA, jangan ditanya kapan karena sudah lama sekali, saya jadi berasa tua, buku ini sudah terbit. Edisi yang saya punya ini, merupakan edisi cetak ulang oleh penerbit yang berbeda.

Sebenarnya, sudah sejak dulu saya ingin membaca buku ini. Tapi….judulnya itu loh, bikin malas *kena keplak*.

Terutama saat melihat daftar panjang nama para Datu yang ada di cover belakang. Dalam bayangan saya, buku ini bakalan ditulis dengan “gaya buku sejarah”. Pasti deh isinya silsilah para Datu, lengkap dengan keturunannya, yang menurut pengalaman saya setelah membaca buku-buku seperti itu, pasti banyakan saya skip saja.

Tetapi saya keliru, buku ini ternyata ditulis seperti cerita rakyat. Dan layaknya cerita, kisahnya mengalir dan bisa saya tamatkan sekali duduk. Membaca buku ini rasanya seperti membaca buku dongeng alih-alih buku sejarah. Eh tapi yang mengatakan ini buku sejarah siapa juga ya?, ahaha.

Setelah usut-mengusut, saya akhirnya menemukan di mana letak kesalahpahaman saya. Saya kecele dengan judul bukunya. Buku ini berjudul “Datu-datu Terkenal di Kalimantan Selatan”. Nah, sugesti awal saya setelah melihat judulnya adalah buku ini merupakan buku “Sejarah Datu-Datu”, bukan buku “Cerita Datu-Datu”. Saking tersugestinya saya, saya sampai tidak ngeh kalau dibagian kata pengantar, sebenarnya sudah disebutkan kalau buku ini berisi “Cerita Datu-Datu”.

Saya baru sadar setelah saya membaca sampai pada cerita Datu Ala, tepatnya di paragraf berikut,

“Demikian sekelumit cerita mengenai Datu Alabio, sedangkan benar atau tidaknya cerita ini penilaiannya diserahkan kepada para pembaca.”

(hal 13)

Ohhhh, ternyata buku ini bukan buku sejarah. Apalagi kalau diteruskan membaca sampai ke chapter Datu Haji Batu. Cerita beliau ini mirip cerita Damarwulan yang mencuri selendang bidadari.

Namun, ada juga kisah yang memang merupakan fakta sejarah. Seperti Datu Kalampayan misalnya. Datu ini memang sangat terkenal. Makam dan karya beliau masih ada sampai sekarang.

Selain Datu Kalampayan, total ada 36 Datu yang kisahnya dimuat dalam buku ini. Mereka adalah:

  1. Datu Abdullah
  2. Datu Abulung
  3. Datu Ahmad Balimau
  4. Datu Ala
  5. Datu Aling
  6. Datu Arya Tadung Wani
  7. Datu Banua Lima
  8. Datu Bumburaya
  9. Datu Burung
  10. Datu Candi Agung
  11. Datu Daha
  12. Datu Gadung
  13. Datu Haji Batu
  14. Datu Kalampayan
  15. Datu Kandang Haji
  16. Datu Karipis
  17. Datu Kartamina
  18. Datu Kasan
  19. Datu Kurba
  20. Datu Landak
  21. Datu Magat
  22. Datu Murkat
  23. Datu Nafis
  24. Datu Niang Thalib
  25. Datu Nihing
  26. Datu Ning Mundul
  27. Datu Nuraya
  28. Datu Patih Ampat
  29. Datu Pujung
  30. Datu Sanggul
  31. Datu Suban
  32. Datu Sungsum
  33. Datu Taniran
  34. Datu Tungkaran
  35. Datu Tungku
  36. Datu Ulin

Nah, mari kita cek seberapa kenalkah saya dengan Datu-datu ini. Dari ketiga puluh enam Datu ini, saya cuma mengenal, atau lebih tepatnya, pernah mendengar nama Datu Kalampayan, Datu Nuraya, dan Datu Sanggul. 3 dari 36. Astagaaaaa….saya ini orang Kalimantan Selatan atau bukan yak? *tutup muka pakai ember*.

Dengan penasaran, saya membaca kisah Datu yang pertama, Datu Abdullah. Dan kejutan… Datu Abdullah ini ternyata orang Amuntai. Amuntai is my hometown. Tempat tinggal beliau di daerah Sungai Malang. Sungai Malang mah dekat sekali dengan rumah saya. Bisa dibilang kita tetanggaan. Namun,  saya tidak pernah mendengar nama Datu Abdullah. Haduh, saya merasa gagal jadi orang Amuntai. *nangis*

Datu Abdullah ini ternyata seorang pejuang. Dan lewat kisah belliau, pertanyaan yang menghantui saya selama ini akhirnya terjawab.

Saya selama ini bertanya-tanya, kenapa penjajah Belanda sampai bisa menang melawan rakyat Kalimantan. Kalau boleh sombong sedikit, orang Kalimantan tempo dulu itu terkenal dengan kemampuan ilmu gaibnya yang sangat hebat dan cenderung …. eh…. mengerikan.

Dalam bayangan saya sih tinggal santet saja itu para penjajah, beres deh. Atau keluarkan saja mandau terbang, sumpit beracun, menghilang tiba-tiba, keluarkan penyakit, bersekutu dengan hantu, dan sebagainya. *tetiba jadi kejam*.

Etapi ternyata Belanda memang pintar. Benar awalnya Belanda kewalahan menghadapi pasukan Datu Abdullah yang mempunyai kemampuan gaib untuk bisa menghilang.

Tapi penjajah Belanda bernama Van der Wijck mengatakan seorang pejuang harus bertarung secara ksatria. Tidak boleh ada ilmu gaib ala hilang-menghilang kayak gitu. Kalau masih tetap pakai ilmu gaib juga, nanti daerah Sungai Malang akan dibumihanguskan.

Yah, begitulah. Kisah akhirnya bisa ditebak, kan? Jelas para pejuang kita kalah menghadapi persenjataan Belanda yang jauh lebih hebat. Maka perjuangan Datu Abdullah pun berakhir.

Oke, itu baru cerita Datu Abdullah, kalau saya ceritakan semuanya satu-satu ntar bakalan kepanjangan, spoiler dan tidak asik lagi.  Jadi, baca sendiri saja ya bukunya. Kisahnya seru-seru loh.

Selain itu ada banyak pengetahuan baru yang saya sebagai orang asli daerah pun tidak tahu. Meskipun pengetahuan tersebut statusnya masih cerita dari mulut ke mulut.

Dari buku ini, tepatnya pada kisah Datu Banua Lima,  saya baru tahu kalau Kerajaan Negara Dipa bukanlah kerajaan pertama di Kalimantan Selatan. Sebelumnya ada Kerajaan Tanjungpuri yang berasal dari para pendatang dari Kerajaan Sriwijaya.

Yang dari Kalimantan Selatan pasti familiar dengan nama Tanjungpuri kan? Tanjungpuri itu nama daerah tempat objek wisata di Kabupaten Tabalong. Nah saya baru tahu kalau nama Tanjungpuri itu berasal dari nama kerajaan, *dasar tidak gaul*.

Saya juga baru tahu kalau Puteri Junjung Buih adalah puteri dari Raja Kartapala. Raja yang memerintah di Kerajaan Tanjungpuri.

Rasanya dulu saya pernah membaca entah di buku mana kalau Puteri Junjung Buih ini lahir dari buih yang muncul dari hasil pertapaan Lambung Mangkurat. Lambung Mangkurat kan Patih dari Kerajaan Negara Dipa? So, jadi yang mana yang benar ya?

Saya juga baru tahu kalau ada tiga nama Kabupaten di daerah Hulu Sungai yang diambil dari nama Lima Panglima Kerajaan Tanjung Puri.  Mereka adalah Tabalong, Balangan dan Tapin. Dua sisanya merupakan nama daerah di Kabupaten Hulu Sungai Tengah dan Kabupaten Hulu Sungai Selatan, yaitu Alai (Batang Alai) dan Hamandit (Batang Hamandit). Kisah Datu Banua Lima ditutup dengan kisah + fakta yang membuat saya yang berasal dari daerah pahuluan ini merasa bangga luar biasa ^^

Dari kisah Datu Patih Ampat, saya baru tahu kalau Datu Pambalah Batung yang —  nama beliau dijadikan nama Rumah Sakit di Amuntai sekaligus nama jalan rumah saya — beserta tiga Datu lainnya,  meskipun sudah gaib, tapi ternyata masih bisa dipanggil. Nah, hayooo, siapa yang berani coba memanggil Datu? 😀

Sebelum membaca buku ini, saya menganggap sebutan Datu ini hanya untuk orang-orang yang memiliki keramat yang ilmu agama Islamnya tinggi semisal Datu Kalampayan.

Tapi ternyata para panglima kerajaan jaman dulu pun bisa dipanggil Datu. Setelah saya cek di Kamus Besar Bahasa Indonesia. Salah satu dari arti Datu adalah orang yang keramat. Jadi asalkan punya keramat maka seseorang sudah bisa dipanggil Datu.

Dari tadi saya banyak membahas Datu-Datu yang berasal dari kerajaan lama. Lalu bagaimana dengan Datu-Datu yang ilmu agama Islamnya nya tinggi? Semisal Datu Kalampayan, Datu Nuraya, Datu Sanggul, Datu Suban dan Datu-Datu lainnya.

Well, sekali lagi, silakan dibaca sendiri. Membaca kisah-kisah para Datu ini membuat saya merasa kalau ilmu agama saya masih sangat sangat sangat jauh sekali. Ya iyalah ya, dibandingkan sama Pak Haji di seberang rumah saja saya masih kalah jauh ;(

Tapi kisah mereka tidak membuat saya minder dan pasrah. Biasanya sih kalau saya melihat orang yang tampaknya lebih alim daripada saya, saya akan merasa minder.  Namun, kisah-kisah para Datu ini malah membuat saya semangat untuk meningkatkan ibadah. Mungkin gara-gara keramat beliau-beliau ini ya? Wallahu a’lam.

Oh ya, ada satu lagi informasi penting dari buku ini yang membuat saya penasaran sekali ingin mencoba. Ini ada hubungannya dengan lewat di daerah Tatakan di Kabupaten Tapin. Catat ya, cuma “lewat”.

Ngomong-ngomong, apakah kalau kita ingin pergi dari Banjarmasin ke Hulu Sungai otomatis akan melewati Tatakan? Nanti saya cari tahu dulu deh. Pokoknya ada yang ingin saya coba. Penasaran? Baca saja kisahnya di cerita Datu Nuraya 😀

Terus…terus…soal tampilan bukunya. Saya lebih suka cover yang ini daripada cover edisi lama. Tapi typo atau kesalahan ketik di dalamnya banyak sekali.

Sebetulnya saya tidak terlalu bermasalah dengan typo. Asal kata-katanya masih bisa dibaca dan dimengerti maka tidak apa-apa. Soalnya saya yang cuma mengetik tulisan di blog saja masih belum bisa bebas dari typo, apalagi mengetik untuk sebuah buku yang tebalnya ratusan halaman.

Tapiiii kan kalau typo-nya kebanyakan, mengganggu juga sih 😀 . Semoga nanti kalau di cetak ulang lagi kisah Datu-Datu ini bisa bebas dari typo. Meskipun penerbitnya cuma penerbit lokal, bukan berarti kita tidak bisa bebas dari typo seperti penerbit-penerbit besar di pulau Jawa kan 😉

Kemudian lanjut ke soal siapa yang cocok membaca buku ini. Mmmmm….saya rasa buku ini kurang cocok untuk dibaca anak kecil meskipun kisah-kisahnya bergaya dongeng. Ada beberapa cerita yang cenderung ke cerita orang dewasa. Ada cerita yang menurut saya kelewat seram sampai saya tidak berani ke kamar mandi malam-malam. Ada juga yang membuat saya merasa kalau ada makhluk halus yang memandangi saya waktu saya tidur.

Terus sekedar info, kalau ada yang iseng ngecek ISBN di cover belakang buku, saya rasa ISBN nya salah cetak. Soalnya ISBN itu punyanya buku Sajadah Iblis. Tapi ISBN yang di bagian identitas buku di halaman depan benar saja kok.

At last,  saya memberi 3 dari 5 bintang untuk buku Datu-Datu Terkenal Kalimantan Selatan. Terutama untuk pengetahuan-pengetahuan baru dan cerita-cerita Datu-nya yang memotivasi.

NB: Antrian baca saya berikutnya adalah buku hadiah yang kedua, judulnya Syekh Abdul Hamid Abulung: Korban Politik Penguasa. Tunggu review-nya ya *wink*

Posted in Books, Fahrurraji Asmuni, Non Fiction, Penakita

SASTRA LISAN BANJAR HULU REVIEW

sastra_lisan_banjar_huluTitle: Sastra Lisan Banjar Hulu : Untuk Pelajar dan Umum | Author: Fahrurraji Asmuni| Edition language: Indonesian | Publisher: Penakita | Published: Agustus2012 |Status: Owned Book (free from the author) | Date received: 19 September 2013 |  My rating: 3 of 5 stars

***

Guring-guring anakku guring

Guringakan dalam ayunan

La ilaaha illaallah

Muhammadur Rasulullah… 

Syair itu sering dinyanyikan mama sampai sekarang. Saat mama menidurkan adik, saat mama menidurkan keponakan saya di dalam ayunan. Saya sering mendengar itu. Tapi tidak pernah bertanya darimana asalnya.Ternyata itu adalah salah satu jenis sastra lisan Banjar Hulu. Dindang namanya.

Secara geografis, suku Banjar di Kalimantan Selatan terbagi menjadi tiga. Banjar Hulu, Banjar Kuala dan Banjar Pesisir. Saya termasuk tinggal di daerah Banjar Hulu.

Ngomong-ngomong, saya baru tahu kalau ada istilah Banjar Hulu. Sebelumnya, saya hanya tahu kalau orang-orang yang tinggal di daerah hulu sungai disebut “urang pahuluan”. Sedangkan orang-orang yang tinggal di daerah Banjarmasin dan sekitarnya disebut “urang banjar”.

Ya, sastra lisan yang merupakan kebudayaan asli daerah memang hanya diturunkan secara lisan. Dan sayangnya, kebudayaan ini sudah mulai menghilang. Bukti kecilnya, saat saya diminta mama untuk menidurkan keponakan kecil saya, saya malas mendendangkan syair di atas walaupun sudah hapal di luar kepala. Ditambah fakta kalau suara saya — seperti yang sering diingatkan oleh adik saya yang manis — seperti radio rusak.

Untunglah ada buku ini yang melestarikan jenis-jenis sastra lisan Banjar Hulu yang mulai terlupakan. Ada 15 jenis sastra lisan yang diulas lengkap dengan contohnya. Mereka adalah Baahui, Baandi-andi, Bacacapatian, Balamut, Bapantun, Dindang, Isim, Madihin, Mahalabiu, Mamanda, Mangabuwau, Manyair, Papadahan, Tutur candi, dan Ungkapan.

***

Ooh, baru tahu saya kalau nyanyian mama saat menidurkan anak dan cucunya di ayunan itu namanya Dindang. Lebih lengkapnya namanya Dindang Pukung Anak.

Ayah juga punya dendangnya sendiri. Kalau dendang Ayah syairnya seperti ini:

Burung putih tarbang ka jambu

Imbah ka jambu ka jamban pulang

Awak putih balaki guru

Imbah guru bupati pulang

ura ahui ahui ura ahui ahui

 

Kami sering tertawa kalau Ayah mendendangkan lagu ini. Seakan-akan saking cantiknya anaknya sampai-sampai disuruh bersuami dua kali ^_^

Oh ya, baru tahu juga kalau Mahalabiu dan Mangabuwau juga termasuk ke dalam kelompok sastra lisan. Saya kira Mahalabiu hanyalah gaya bicara orang yang tinggal di daerah yang bernama Alabio, tidak lebih. Saya kira Mangabuwau hanyalah istilah untuk obrolan mengenai cerita konyol yang lucu.

Ada beberapa sastra lisan memang yang tidak pernah saya dengar lagi bahkan tidak pernah saya tahu kalau sastra itu ada. Tapi secara tidak sadar, saya dan teman-teman sering Mahalabiu dan Mangabuwau saat duduk-duduk di kantin kampus dulu.

Bahkan kami memberi nama kelompok kami “Mangabuwau”. Saking seringnya kami mengarang cerita-cerita konyol yang lucu untuk melepas stress dari beban kuliah yang menumpuk. Nama “Mangabuwau” sendiri diusulkan oleh salah satu teman saya yang memang sering berkecimpung di bidang kesenian daerah. Dia bahkan sering tampil dalam Mamanda.

Mungkin seharusnya kami menuliskan cerita-cerita konyol yang kami buat untuk memperkaya hasil sastra Mangabuwau yang dihasilkan oleh anak daerah sendiri walaupun dilakukan secara tidak sadar. Tapi karena objek cerita kami biasanya adalah para dosen *eh* mungkin sebaiknya cerita-cerita itu disimpan sendiri saja ^_^

Kesimpulannya, meskipun ada beberapa typo, buku ini overall sangat bagus sekali untuk referensi kebudayaan Banjar, khususnya untuk sastra lisan Banjar Hulu. Memberitahukan kepada dunia *halah lebay* dan khususnya kepada anak daerah sendiri bahwa Kalimantan Selatan masih punya kebudayaan yang bisa dibanggakan. Semoga para generasi muda masih bisa meneruskan kebudayaan ini supaya tidak hilang. Saran saya sih semoga buku ini nantinya bisa dilengkapi dengan audio yang merekam bagaimana sastra-sastra ini dituturkan. 

So, 3 dari 5 bintang untuk buku ini. I liked it.

Posted in Books, Fahrurraji Asmuni, Hemat, Non Fiction

SAJADAH IBLIS REVIEW

sajadah_iblisTitle: Sajadah Iblis: Cerita Sepak Terjang Iblis Menggoda Manusia | Author: Fahrurraji Asmuni, S. Pd, MM.| Edition language: Indonesian | Publisher: Hemat| Published: 2013 |Status: Owned Book (given by the author) | Date received: 19 September 2013 |  My rating: 3 of 5 stars

***

Dulunya iblis itu bernama Azazil. Memiliki julukan penuh kemuliaan yang berbeda-beda di setiap lapisan langit. Kisah tentang kenapa akhirnya dia diberi gelar baru dan akhirnya dikeluarkan dari surga sudah sangat populer dan tercantum dalam Al-Qur’an. 

Bermacam-macam usaha iblis untuk mencapai tujuannya. Membuat manusia sesat seperti dirinya. Tapi iblis juga memberitahukan kelemahannya. Apa dan siapa yang bisa membuatnya sengsara dalam usahanya untuk menyesatkan manusia.

Ketika iblis membentangkan sajadah, ada muslihat di sana. Ketika iblis mengaku kalah, dia masih punya tipu daya lain untuk orang yang lain. Sampai ketika iblis minta “pensiun”, keadaan manusia pun tetap tidak baik-baik saja, bahkan bisa dibilang lebih buruk. Jauh lebih buruk.

***

Bisa dibilang ini biografi atau portofolionya iblis. Lumayan kocak dan gaya bahasanya enak dibaca. Sayang banyak sekali typo. Desain di dalamnya juga rada tidak nyambung. Sedikit mengganggu kenyamanan membaca.

Buku ini dibagi dalam 33 chapter yang mengisahkan sepak terjang iblis dalam usahanya untuk menyesatkan umat manusia. Chapter favorit saya adalah chapter Iblis Minta “Pensiun”. Saya kira iblis minta pensiun gara-gara manusia tidak bisa lagi di goda. Ternyata eh ternyata gara-gara … ngg … ga usah diberitahu deh, takut spoiler, kalo penasaran baca saja sendiri bukunya, hohohoho.

Buku ini berhasil menjadi alarm yang ampuh untuk mengingatkan kita agar waspada terhadap usaha-usaha iblis untuk menjadikan kita sekutunya. Setidaknya bagi saya sih. Katakanlah saya yang awalnya sering lupa daripada ingat makan dan minum tanpa berdoa *eh* tiba-tiba jadi sering ingat daripada lupa *ehm*.

Buku ini juga bisa membuat kita melihat dengan jelas betapa mudahnya kita terjebak dalam tipu daya iblis. Sekaligus melihat betapa … ngg … maaf … b*d*hnya kita karena terjebak. Tentu saja kalau dilihat dari sudut pandang luar. Kalau dari sudut pandang kita sendiri sih tentunya kita tidak sadar dan tidak melihat bahwa apa yang kita lakukan itu sebenarnya salah.

Jadi, dengan kata lain, janji iblis untuk membuat kita memandang baik perbuatan maksiat seperti yang ada dalam QS. Al Hijr 39 itu berhasil (╥﹏╥)

Kesimpulannya, dibalik beberapa ‘kekeliruan’ dalam ‘tampilan’nya, buku ini berhasil menyampaikan pesannya dengan baik. So, 3 dari 5 bintang untuk Sajadah Iblis. I liked it.

Posted in Books, Children, Fahrurraji Asmuni, GPM Amuntai, M. Hasbi Salim, Nailiya Noor Azizah, Short Stories

NYANYIAN KERBAU RAWA REVIEW

nyanyian_kerbau_rawa

Title: Antologi Cerpen Anak: Nyanyian Kerbau Rawa | Author: Edwin Yulisar, Hairun Nisa, Mahfuzh Amin, M. Hasbi Salim, Nurul Huda, Syarifah Ulfah, Arief Rahman Heriansyah, Fahruraji Asmuni, Gusti Indra Setyawan, Haderi Ideris, Nailiya Noor Azizah, Makmun, A. Zainudin, Eddy Yusuf, Leni Rahmida, Rahmah, Tsabita Addiena Azhari | Publisher: Grup Persahabatan Menulis Amuntai | Genre: Short Stories | Status: Owned book | Price: Rp30.000,- | Purchase location: Toko Sumber Amuntai | Date purchased: 20 August 2013 | My rating: 3 of 5 stars

***

1. Nyanyian Kerbau Rawa by Edwin Yulisar

Rian si penggembala kerbau rawa sedang sakit. Tugas menggembala kerbau unik yang suka berenang ini sementara diambil alih oleh pamannya. Tapi, kerbau-kerbau itu tidak mau menurut. Mereka berpencar kesana-kemari. Mereka hanya patuh pada Rian.

Wah, Rian memang hebat. Para kerbau rawa ini hanya mau digembala olehnya. Sssstt, sebenarnya Rian punya rahasia. Rahasianya adalah nyanyian kerbau rawa. Seperti apa ya nyanyian kerbau rawa ala Rian?

2. Boneka Barbie Luna by Hairun Nisa

Luna gemar memainkan boneka Barbie. Setiap ada kesempatan, Luna selalu membeli boneka Barbie. Koleksi boneka Barbie-nya sudah sangat banyak. Mama dan Papa bingung bagaimana caranya agar Luna tidak terus-teruan membeli boneka Barbie.

Untunglah di toko mainan, Luna melihat sebuah pelajaran berharga. Apa sih yang dilihat oleh Luna sampai-sampai dia akhirnya rela menyumbangkan boneka Barbie kesayangannya?

3. Permen by Mahfuzh Amin

Amin suka makan permen. Tapi Amin makan permennya sudah berlebihan. Ibu bilang kalau kebanyakan makan permen bisa sakit gigi. Amin bilang tidak apa-apa banyak makan permen asalkan rajin sikat gigi. Buktinya, Amin belum pernah sakit gigi meskipun banyak makan permen karena dia rajin sakit gigi.

Tapi, setelah pulang dari rumah sepupunya, Amin sakit gigi. Nah lo, kenapa pula gigi Amin jadi sakit? Bukankah dia rajin sikat gigi? Atau jangan-jangan???

4. Gaya Korea by M. Hasbi Salim

Rambut Haikal sudah cukup panjang. Sekarang Haikal sering berdiri di depan cermin. Menata-nata rambutnya ala penyanyi Korea.

Mama meminta papa mengajak Haikal ke salon. Rambut Haikal sudah gondrong kata mama. Pulang dari salon Haikal kesal karena rambutnya sudah di potong pendek.

Namun, setelah menonton pertandingan bola antara MU dan Barcelona, Haikal sadar bahwa rambut pendeknya cocok untuknya. Wah, ada apa dengan pertandingan bola ini ya?

5. Sang Pelukis Cilik by Nurul Huda

Rina tidak suka belajar. Rina juga tidak suka bermain. Rina hanya suka menggambar. Kalau pergi ke sekolah Rina selalu menggambar.

Rina jadi tidak pandai membaca dan menulis. Rina. Tapi, kegemarannya menggambar akhirnya membawanya meraih prestasi. Rina juga punya sesuatu yang bisa dibanggakan.

6. Dikejar Dinosaurus by Syarifah Ulfah

Hasil ulangan matematika Aldo tidak memuaskan. Meskipun kecewa, toh sepulang sekolah, Aldo tetap memilih bermain bola dengan teman-temannya. Mereka bermain sampai langit mulai menguning tanda senja sudah tiba.

Pulang ke rumah Aldo kecapekan dan langsung istirahat. Belum lama berbaring, Aldo merasa rumahnya bergetar. Whooaa, ternyata ada dinosaurus di luar rumah. Dinosaurus ini aneh. Dia bisa menyemburkan api. Bukan itu saja, dinosaurus ini juga mulai memakan orang-orang. Haduh, gawat nih.

7. Penantian Kembang Laras by Arief Rahman Heriansyah

Laras sudah bertekad menemukan bapaknya. Bapak Laras sudah lama tidak pulang ke rumah. Orang bilang bapaknya Laras sekarang jadi pencuri. Namun, ibu dan Laras tidak percaya.

Sampai akhirnya Laras melihat seorang pencuri yang dikeroyok warga. Sepertinya Laras kenal pencuri itu. Betulkah dia bapaknya Laras? Kalau iya, bagaimana Laras dan ibu harus menerima kenyataan itu? Karena mereka selama ini percaya kalau bapak bukan pencuri.

8. Terima Kasih Mama by Fahruraji Asmuni

Hari ini Dina ulang tahun. Sepulang sekolah, Dina menemukan kado ulang tahun cantik di kamarnya. Sayang tidak ada nama pengirimnya. Siapa yang memberikan kado untuk Dina ya? Yang pasti bukan Yaya temannya. Bukan pula dari Reza.

Dina mengamati tulisan ucapan ultah di kado itu. Hmm, tulisan ini seperti tulisan mama tiri Dina. Ah, tidak mungkin mama tiri yang pemarah itu memberikan kado untuk Dina. Jadi, siapa ya?

9. Senyum Terakhir dari Mama by Gusti Indra Setiawan

Ica sangat menyayangi mama. Ica berusaha menjadi anak yang rajin dan pintar demi mama. Mama sudah bersusah payah untuk membiayai kehidupan mereka berdua. Mama selalu tersenyum untuk Ica. Hanya mama yang Ica punya.

Namun, seperti papa, mama juga pergi meninggalkan Ica sendiri. Ica berjanji untuk selalu mengingat pesan dan senyum mama. Hingga akhirnya, Ica berhasil mewujudkan impian mama.

10. Kado untuk Mama by Haderi Ideris

Nabella tidak sengaja menemukan gubuk tua di ujung jalan setapak di belakang rumahnya. Di sana dia menemukan seorang nenek tua. Nenek itu minum dengan tempurung kepala.

Nabella kira semua orang tua memang minum dengan tempurung kelapa. Nabella pun memberikan hadiah itu untuk mama-nya. Biar nanti kalau mama sudah tua, mama punya termpurung kelapa sendiri.

Tidak disangka hadiah itu akhirnya menguak sebuah rahasia. Rahasia tentang seorang anak yang durhaka terhadap orang tuanya.

11. Aku dan Harapanku by Nailiya Noor Azizah

Ya, aku memang ingin memiliki adik. Tapi bukan adik menyebalkan seperti Ibnu. Kalau begini, aku berharap aku tidak punya adik.

Aku tidak menyangka harapan ku terkabul. Ibnu hilang. Akhirnya aku tidak punya adik. Tapi betulkah ini yang kuharapkan. Aku sekarang sadar bahwa aku sangat menyanyangi Ibnu. Ibnu, dimana kamu sekarang?

12. Teman Berbagi Telur by Makmun

Makmun dan Ahmad belajar memasak. Mereka memasak nasi goreng lengkap dengan telur dadar dan telur mata sapi. Masalah terjadi ketika mereka ingin membagi rata telur mata sapi yang setengah matang itu. Bagaimana ya cara membaginya supaya adil? Untunglah kakaknya Makmun datang dan menemukan cara untuk menyelesaikan masalah mereka.

13. Misteri Rumah Kosong by A. Zainudin

Rumah itu seharusnya kosong. Tapi ketika Andra dan Hengki iseng menelepon ke sana, tiba-tiba ada yang menjawab telepon.

Bukan hanya itu, Amin pun menceritakan bahwa ayahnya pernah melihat cahaya di dalam rumah tersebut. Wah, tampaknya ada misteri yang harus dipecahkan nih.

14. Kado Rahasia by Eddy Yusuf

Hari ini aku ulang tahun. Royan dan Upik sahabatku memberikan kejutan kado ulang tahun saat pulang sekolah.

Firman juga punya kado. Tapi katanya kado itu kado titipan dari seseorang. Orang tersebut berpesan agar kado tersebut jangan diberikan dulu sampai seminggu setelah hari ulang tahunku.

Haduh, penasaran deh. Siapa sih yang lagi main kado rahasia denganku?

15. Sumur Kutukan by Leni Rahmida

Kata orang sumur itu ada kutukannya. Kami para anak-anak dilarang main ke sana. Tapi yang ada, kami malah makin penasaran.

Melanggar perintah orang tua, kami nekat pergi ke sumur itu. Hingga akhirnya salah satu dari kami hampir celaka. Dan kami pun akhirnya tahu, kutukan apa yang ada di sumur itu.

16. Marwan, Sang Detektif Dadakan by Rahmah

Mirza akhir-akhir aneh. Dia awalnya tidak suka berteman. Tapi sekarang, setiap hari dia pergi bermain ke rumah kawan-kawannya. Kadang-kadang bermainnya lama sekali.

Marwan dan teman-temannya jadi curiga. Akhirnya Marwan pun didaulat jadi detektif dadakan untuk menyelidiki Mirza.

17. Misteri Kehidupan Reyhana by Tsabita Addiena Azhari

Balqis heran melihat Reyhana yang begitu tegar dan pendiam. Padahal dia sering dibentak-bentak oleh Gea, si Miss Cerewet.

Balqis sampai pusing memikirkan sikap Reyhana. Hingga akhirnya, lewat sebuah surat, Reyhana menceritakan segalanya kepada Balqis. Namun saat itu semuanya sudah terlambat. Reyhana telah pergi.

***My Thougts***

Yap, itulah sinopsis dari ketujuh belas cerpen yang ada di antologi ini. Cerpen favorit saya adalah Aku dan Harapanku by Nailiya Noor Azizah. Ceritanya seperti punya nyawa. Sampai ikut terharu dibuatnya.

Cerpen ke-dua terfavorit adalah Nyanyian Kerbau Rawa by Edwin Yulisar. Lebih favorit ke ide ceritanya sih. Tema lokalnya kena. Menceritakan tentang penggembalaan kerbau rawa, fauna unik dari Kalimantan Selatan, lengkap dengan penggalan lagu-lagu daerahnya.

Saya anak daerah, tapi cuma sekali pernah melihat kerbau rawa waktu mata kuliah Pengelolaan Lingkungan Lahan Basah. Kami mengadakan trip ke daerah Nagara.

Kerbaunya unyu banget waktu berenang di rawa. Yang kelihatan cuma kepalanya doang. Yang bikin gemes sih mukanya itu lo gaya sok imut. Gaya menengadah sombong, seakan-akan pamer sama kami-kami yang melongo-longo kagum karena berada di tengah rawa yang luasnya minta ampun sambil dikelilingi kerbau rawa yang asyik berenang. Saya sempat memfoto si kerbau. Silakan klik di sini untuk melihatnya.

Nah, yang penasaran sama cerita si kerbau rawa unyu, strong recommended  baca kumpulan cerpen ini ya *promosi* ^_^

***About The Authors***

Saya baru tahu tentang Grup Persahabatan Menulis Amuntai dari buku ini. Dari ketujubelas pengarang daerah tersebut, saya hanya kenal 4 orang diantaranya, yang mungkin tidak kenal dengan saya ^_^.

Yang pertama adalah Fahruraji Asmuni, author cerita Terima Kasih Mama. Beliau adalah guru Bahasa Indonesia saya waktu SMA. Waktu SMA, bahkan mungkin sampai sekarang, kemampuan Bahasa Indonesia saya parah sekali. Yang paling memalukan adalah ketika tugas mengarang cerpen. Waktu itu saya habis membaca buku horor The Ring by Kozi Suzuki. Saking seremnya itu cerita jadi terngiang-ngiang terus. Sampai akhirnya saya bikin cerpen tentang anak SMA yang jatuh ke sumur di samping kelas. Haduh, ceritanya konyol sekali. Jadi malu kalau ketemu Bapak nya *hening*. You can see more information about him at http://fahrurraji.wordpress.com/ or his Facebook at Raji Leonada

Yang ke-2 adalah M. Hasbi Salim author cerita Gaya Korea . Beliau adalah guru bahasa Inggris saya waktu kelas XII SMA. Sama seperti ilmu non MIPA lain, saya juga parah dalam Bahasa Inggris. Satu-satunya prestasi saya adalah ketika dapat tugas menulis surat ke kedutaan asing pakai Bahasa Inggris. Waktu itu saya menulis ke kedutaan Austria dan Belanda. Saya menjadi orang pertama di kelas yang suratnya dibalas. Dengan bangga saya menunjukkan paket balasan tersebut di depan kelas. Hanya itu, sisanya…., *silent*. You can see more information about him at http://hasbisalim.wordpress.com/ or contact his email at hasbi.salim@yahoo.co.id

Yang ke-3 adalah kak Nailiya Noor Azizah. Ketemunya waktu follow up anggota Forum Lingkar Pena (FLP) Kalimantan Selatan di Banjarmasin. Ka Nailiya adalah ketua FLP Kalimantan Selatan. Waktu itu saya terdaftar sebagai anggota FLP Banjarbaru sebagai anggota yang paling tidak aktif dan paling pendek masa keanggotannya. Usut punya usut ternyata kak Nailiya ini adalah teman sekelas kakak saya waktu SMA. You can contact her email at nailiyanoor.azizah@yahoo.co.id

Yang terakhir adalah Kak Rahmah, author cerita Marwan, Sang Detektif Dadakan. Waktu saya ke perpustakaan daerah di kota Amuntai, saya sengaja memakai baju FLP kota Banjarbaru. Niatnya mau kenalan sama anggota FLP Amuntai. Kali saja ada anggota FLP Amuntai yang berkunjung ke perpustakaan. Eh, betul ada. Bukan anggotanya lagi, tapi ketuanya langsung, hehehe.

Kak Rahmah inilah ketua FLP kota Amuntai. Kak Rahmah sama seperti saya, suka berburu dan menimbun buku #eh. Karena Kak Rahmah, saya sering dapat info tentang bazar buku di daerah Kalimantan Selatan. Pernah kami pergi sama-sama ke Mizan Book Fair di kota Amuntai. Setelah berkeliling-keliling sebentar, masing-masing membawa satu tumpuk besar buku ke kasir. Lucunya, kami sama-sama bawa ransel ke sana. Seakan-akan sudah punya rencana mau bawa buku sebanyak itu. Hohoho. You can see more information about her at http://dunialiterasirahmah.wordpress.com/

***So…***

Eh, kok reviewnya jadi ajang curcol ya? Hehehe. Oh ya, ngomong-ngomong tentang kumpulan cerpen,  sebenarnya it’s not really my cup of tea. Tapi kalau temanya tentang anak-anak dan daerah, saya jadi suka. So, 3 dari 5 bintang untuk kumpulan cerpen ini. I liked it ♪(´ε` )