Posted in Biography, Books, Fahrurraji Asmuni, Hemat, Non Fiction

Syekh Abdul Hamid Abulung: Korban Politik Penguasa Review

syekh_abdul_hamid_abulung_korban_politik_penguasa_by_fahrurraji_asmuni

Title: Syekh Abdul Hamid Abulung: Korban Politik Penguasa | Author: Fahrurraji Asmuni, S. Pd, MM.| Edition language: Indonesian | Publisher: Hemat| Edition: 2nd Edition, April 2014 | Page: 80 pages | Status: Owned Book (given by the author) | Date received: 6 September 2013 |  My rating: 3 of 5 stars

***

Sinopsis:

Di hadapan raja, Datu Abulung mengatakan bahwa beliau tidak dapat dibinasakan dengan alat apapun dan jika raja membinasakannya haruslah dengan senjata yang berada di dinding rumah beliau dan menancapkan ke dalam daerah lingkaran yang beliau tunjkkan yaitu di belikat beliau. Beliau berpesan, “jika darah yang keluar dari tubuhku berwarna merah, maka aku dan ajaranku yang salah, tetapi jika darah yang keluar dari tubuhku nanti berwarna putih, maka aku berada dalam kebenaran. Setelah berkata demikian, Datu Abulung shalat dua raka’at, ketika beliau shalat itulah senjata tersebut ditusukkan di tempat yang sudah beliau tunjukkan, maka memancarlah darah segar berwarna putih. Namun yang sangat aneh dan mengagumkan adalah bahwa dari ceceran darah segar Datu Abulung tertulis kalimat “Laa Ilaaha Ilallah Muhammadur Rasulullah”. Suasana jadi hening, hadirin bungkam menyaksikan kepergian Datu Abulung ke alam sejati.

Buku kedua hasil dapat gratisan dari guru saya. Cerita lengkap gratisan-nya bisa dilihat di review buku pertama di sini 😀

Setelah membaca sinopsis di atas, tidak heran mengapa diantara 36 Datu yang ada di buku Datu-datu Terkenal Kalimantan Selatan, Syekh Abdul Hamid Abulung atau Datu Abulung, “dituliskan” bukunya tersendiri.

Datu Abulung yang bernama asli Haji Abdul Hamid hidup dari tahun 1148 – 1203 H. Di buku ini dijelaskan bagaimana beliau mendapat gelar Syekh dan Datu, tapi tidak disebutkan kenapa beliau dikenal dengan nama Datu Abulung.

Membaca buku ini, membuat saya menyadari bahwa bahkan di Kalimantan Selatan pun, yang sebelumnya saya kenal sebagai daerah yang aman dan minim konflik, ternyata pernah terjadi peristiwa yang …. errr…. sangat sulit saya percayai pernah terjadi. Datu Abulung ternyata pernah membuat kesal Sultan jaman dahulu sehingga sang Sultan berusaha menyingkirkan beliau dengan berbagai cara.

Apa yang dilakukan oleh Datu Abulung sehingga membuat Sultan Banjar marah? Well, silakan baca sendiri ceritanya karena menurut saya topik ini sedikit sensitif 🙂

Buku ini memberikan kesan sebagai pembersihan nama baik bagi Syekh Abdul Hamid dan juga Syekh Muhammad Arsyad. Di buku Datu-datu Terkenal Kalimantan Selatan, disebutkan bahwa Syekh Muhammad Arsyad ikut berperan dalam keputusan hukuman mati bagi Datu Abulung. Di buku ini dijelaskan bukti-bukti bahwa hal tersebut tidak benar.

Typo atau kesalahan ketik di buku ini masih banyak. Tapi, somehow, tidak terlalu mengganggu seperti di buku Datu-datu Terkenal Kalimantan Selatan.  Oh ya, ada satu kata dalam bahasa daerah Kalimantan Selatan (bahasa banjar) yang nyelip di buku ini. Tepatnya ada di halaman 24 di kalimat berikut:

…., apabila salah daripada mereka meninggal dunia, maka yang satu kena memandikannya.

Kata kena dalam kalimat di atas bisa diartikan sebagai nanti dalam bahasa Indonesia. Ngomong-ngomong membaca kalimat di atas langsung mengingatkan saya dengan gaya bicara guru saya yang juga sekaligus si pengarang buku ini. Persis sekali 🙂

Buku ini tidak hanya menceritakan kisah hidup Datu Abulung, tapi juga hubungan beliau dengan Syekh Muhammad Aryad, ajaran-ajaran beliau, dan keturunan serta pengikut beliau yang masih hidup sampai sekarang. Khusus bagian tentang ajaran-ajaran beliau, membuat saya, untuk sekali lagi menyadari, bahwa tingkat spiritual saya masih sangat jauh.

Overall, buku ini membuat saya menyadari bahwa masih banyak yang tidak saya ketahui tentang daerah dan agama saya sendiri. Kisah yang diceritakan dalam buku ini sangat dekat tapi sekaligus terasa sangat jauh. Membaca kisah hiduh Datu Abulung seperti membaca kisah hidup seorang wali yang nun jauh di seberang pulau. Padahal beliau adalah seorang Syekh yang berperan besar menyebarkan agama Islam di daerah saya sendiri.

Saya mengucapkan banyak terima kasih kepada guru saya yang memberikan buku beliau ini dengan cuma-cuma. Jujur kalau tidak diberi gratis saya mungkin tidak akan membaca buku ini *ditimpuk pakai sendal*.

Buku dengan genre seperti ini bukan my cup of tea. Tapi saya rasa buku ini wajib dibaca oleh orang-orang yang hidupnya jauh dari “dunia pesantren” seperti saya. Terutama untuk orang-orang Kalimantan Selatan. Bangga rasanya mengetahui daerah sendiri ternyata juga pernah mempunyai ulama hebat.

Kalau boleh request, saya harap nanti juga ada buku tentang ulama-ulama dibalik Pesantren Rakha yang ada di daerah Amuntai. Jujur saya tidak tahu apa-apa tentang pesantren tersebut. Padahal pesantrennya dekat sekali dengan rumah saya. *ngesot minder*.

Sama seperti kisah nya yang terasa dekat tapi jauh sekaligus, gaya penulisan buku ini, somehow, terasa lancar dan tidak lancar sekaligus. Saya cukup nyaman dengan gaya penulisannya, tapi typo dan kalimatnya yang terlalu panjang, serta informasi yang kurang lengkap membuat nya terasa tidak nyaman.

Contoh informasi yang kurang lengkap misalnya seperti yang sudah saya jelaskan di atas. Tidak dijelaskan kenapa Syekh Abdul Hamid lebih dikenal dengan nama Datu Abulung, meskipun kenapa beliau mendapat gelar Syekh dan Datu sudah ada.

Kemudian ada juga tentang shalat daim. Memang dijelaskan apa itu shalat daim tapi jujur saya masih bingung tentang shalat daim karena saya rasa ada yang missing dalam penuturannya. Apakah shalat daim itu shalat lima waktu seperti yang disebutkan di awal sub bab ataukah shalat yang setidak-tidaknya dilaksanakan sekali seumur hidup seperti yang disebutkan di akhir sub bab atau dua-duanya benar tergantung pendapat ulama mana yang kita ikuti.

Dan ngomong-ngomong tentang bagaimana keramatnya Datu Abulung yang kebal terhadap berbagai usaha pembunuhan, saya jadi teringat legenda Achilles dari Yunani dan juga cerita fantasi Percy Jackson by Rick Riordan. Mereka hanya sama-sama bisa dibunuh jika dilukai pada titik tertentu di tubuh.

Selain itu juga pembuktian kata-kata Datu Abulung dengan darah merah dan darah putih beliau. Mirip legenda Banyuwangi ya. Sebagai pembuktian apakah si korban bersalah atau tidak. Kalau tidak bersalah maka air sungai akan beraroma wangi.

Mengingat kemiripan-kemiripan ini membuat saya iseng berpikir bagaimana sebuah kejadian bisa memiliki kesamaan seperti itu. Dengan pengecualian kisah Datu Abulung yang saya rasa memang benar-benar terjadi, saya jadi berpikir dari mana ide dari peristiwa yang ada di dalam cerita Achilles atau Banyuwangi itu berasal, apakah memang benar-benar terjadi, hanya khayalan yang tiba-tiba muncul dari kepala pengarang, atau dari cerita mulut ke mulut yang awalnya hanya bersumber dari suatu peristiwa yang benar-benar terjadi tapi karena telah tersebar terciptalah versi masing-masing daerah. Wallahu a’lam.

At last,  3 dari 5 bintang untuk kisah hidup Datu Abulung. Terutama untuk keberhasilannya yang membuat saya ingin lebih banyak lagi membaca buku-buku sejenis ini.

So, I liked it 😀

Posted in Books, Fahrurraji Asmuni, Hemat, Non Fiction

Datu-Datu Terkenal Kalimantan Selatan Review

IMG_20140913_0004
Title: Datu-Datu Terkenal Kalimantan Selatan | Author: Fahrurraji Asmuni, S. Pd, MM.| Edition language: Indonesian | Publisher: Hemat| Edition: 2nd Edition, 2013 |Status: Owned Book (given by the author) | Date received: 6 September 2013 |  My rating: 3 of 5 stars

***

Senang itu….

Ketika kamu pulang kampung diakhir pekan….

Dan saat tiba di rumah….

Adikmu yang baru pulang sekolah bilang….

Kamu dapat 2 buku gratis dari Pak Guru ^^

Alhamdulillah dapat dua buku gratis lagi dari Bapak Fahrurraji Asmuni, guru Bahasa Indonesia SMA saya . Saking senangnya, saya sampai lupa menitipkan ucapan terima kasih.

Total, saya sudah diberi 4 buku gratis karangan beliau. Buku-buku tersebut adalah Sastra Lisan Banjar Hulu, Sajadah Iblis, Datu-Datu Terkenal Kalimantan Selatan, dan Syekh Abdul Hamid Abulung: Korban Politik Penguasa. Terima kasih banyak ya Bapak. Saya jadi malu nih dikasih buku gratis terus, ahaha.

Tapi kalau buku terbaru Bapak terbit lagi, boleh deh saya dikasih gratis lagi, *lhoooo* XD

Ehm, oke deh, saatnya membahas bukunya. Sebetulnya, ketika saya masih SMA, jangan ditanya kapan karena sudah lama sekali, saya jadi berasa tua, buku ini sudah terbit. Edisi yang saya punya ini, merupakan edisi cetak ulang oleh penerbit yang berbeda.

Sebenarnya, sudah sejak dulu saya ingin membaca buku ini. Tapi….judulnya itu loh, bikin malas *kena keplak*.

Terutama saat melihat daftar panjang nama para Datu yang ada di cover belakang. Dalam bayangan saya, buku ini bakalan ditulis dengan “gaya buku sejarah”. Pasti deh isinya silsilah para Datu, lengkap dengan keturunannya, yang menurut pengalaman saya setelah membaca buku-buku seperti itu, pasti banyakan saya skip saja.

Tetapi saya keliru, buku ini ternyata ditulis seperti cerita rakyat. Dan layaknya cerita, kisahnya mengalir dan bisa saya tamatkan sekali duduk. Membaca buku ini rasanya seperti membaca buku dongeng alih-alih buku sejarah. Eh tapi yang mengatakan ini buku sejarah siapa juga ya?, ahaha.

Setelah usut-mengusut, saya akhirnya menemukan di mana letak kesalahpahaman saya. Saya kecele dengan judul bukunya. Buku ini berjudul “Datu-datu Terkenal di Kalimantan Selatan”. Nah, sugesti awal saya setelah melihat judulnya adalah buku ini merupakan buku “Sejarah Datu-Datu”, bukan buku “Cerita Datu-Datu”. Saking tersugestinya saya, saya sampai tidak ngeh kalau dibagian kata pengantar, sebenarnya sudah disebutkan kalau buku ini berisi “Cerita Datu-Datu”.

Saya baru sadar setelah saya membaca sampai pada cerita Datu Ala, tepatnya di paragraf berikut,

“Demikian sekelumit cerita mengenai Datu Alabio, sedangkan benar atau tidaknya cerita ini penilaiannya diserahkan kepada para pembaca.”

(hal 13)

Ohhhh, ternyata buku ini bukan buku sejarah. Apalagi kalau diteruskan membaca sampai ke chapter Datu Haji Batu. Cerita beliau ini mirip cerita Damarwulan yang mencuri selendang bidadari.

Namun, ada juga kisah yang memang merupakan fakta sejarah. Seperti Datu Kalampayan misalnya. Datu ini memang sangat terkenal. Makam dan karya beliau masih ada sampai sekarang.

Selain Datu Kalampayan, total ada 36 Datu yang kisahnya dimuat dalam buku ini. Mereka adalah:

  1. Datu Abdullah
  2. Datu Abulung
  3. Datu Ahmad Balimau
  4. Datu Ala
  5. Datu Aling
  6. Datu Arya Tadung Wani
  7. Datu Banua Lima
  8. Datu Bumburaya
  9. Datu Burung
  10. Datu Candi Agung
  11. Datu Daha
  12. Datu Gadung
  13. Datu Haji Batu
  14. Datu Kalampayan
  15. Datu Kandang Haji
  16. Datu Karipis
  17. Datu Kartamina
  18. Datu Kasan
  19. Datu Kurba
  20. Datu Landak
  21. Datu Magat
  22. Datu Murkat
  23. Datu Nafis
  24. Datu Niang Thalib
  25. Datu Nihing
  26. Datu Ning Mundul
  27. Datu Nuraya
  28. Datu Patih Ampat
  29. Datu Pujung
  30. Datu Sanggul
  31. Datu Suban
  32. Datu Sungsum
  33. Datu Taniran
  34. Datu Tungkaran
  35. Datu Tungku
  36. Datu Ulin

Nah, mari kita cek seberapa kenalkah saya dengan Datu-datu ini. Dari ketiga puluh enam Datu ini, saya cuma mengenal, atau lebih tepatnya, pernah mendengar nama Datu Kalampayan, Datu Nuraya, dan Datu Sanggul. 3 dari 36. Astagaaaaa….saya ini orang Kalimantan Selatan atau bukan yak? *tutup muka pakai ember*.

Dengan penasaran, saya membaca kisah Datu yang pertama, Datu Abdullah. Dan kejutan… Datu Abdullah ini ternyata orang Amuntai. Amuntai is my hometown. Tempat tinggal beliau di daerah Sungai Malang. Sungai Malang mah dekat sekali dengan rumah saya. Bisa dibilang kita tetanggaan. Namun,  saya tidak pernah mendengar nama Datu Abdullah. Haduh, saya merasa gagal jadi orang Amuntai. *nangis*

Datu Abdullah ini ternyata seorang pejuang. Dan lewat kisah belliau, pertanyaan yang menghantui saya selama ini akhirnya terjawab.

Saya selama ini bertanya-tanya, kenapa penjajah Belanda sampai bisa menang melawan rakyat Kalimantan. Kalau boleh sombong sedikit, orang Kalimantan tempo dulu itu terkenal dengan kemampuan ilmu gaibnya yang sangat hebat dan cenderung …. eh…. mengerikan.

Dalam bayangan saya sih tinggal santet saja itu para penjajah, beres deh. Atau keluarkan saja mandau terbang, sumpit beracun, menghilang tiba-tiba, keluarkan penyakit, bersekutu dengan hantu, dan sebagainya. *tetiba jadi kejam*.

Etapi ternyata Belanda memang pintar. Benar awalnya Belanda kewalahan menghadapi pasukan Datu Abdullah yang mempunyai kemampuan gaib untuk bisa menghilang.

Tapi penjajah Belanda bernama Van der Wijck mengatakan seorang pejuang harus bertarung secara ksatria. Tidak boleh ada ilmu gaib ala hilang-menghilang kayak gitu. Kalau masih tetap pakai ilmu gaib juga, nanti daerah Sungai Malang akan dibumihanguskan.

Yah, begitulah. Kisah akhirnya bisa ditebak, kan? Jelas para pejuang kita kalah menghadapi persenjataan Belanda yang jauh lebih hebat. Maka perjuangan Datu Abdullah pun berakhir.

Oke, itu baru cerita Datu Abdullah, kalau saya ceritakan semuanya satu-satu ntar bakalan kepanjangan, spoiler dan tidak asik lagi.  Jadi, baca sendiri saja ya bukunya. Kisahnya seru-seru loh.

Selain itu ada banyak pengetahuan baru yang saya sebagai orang asli daerah pun tidak tahu. Meskipun pengetahuan tersebut statusnya masih cerita dari mulut ke mulut.

Dari buku ini, tepatnya pada kisah Datu Banua Lima,  saya baru tahu kalau Kerajaan Negara Dipa bukanlah kerajaan pertama di Kalimantan Selatan. Sebelumnya ada Kerajaan Tanjungpuri yang berasal dari para pendatang dari Kerajaan Sriwijaya.

Yang dari Kalimantan Selatan pasti familiar dengan nama Tanjungpuri kan? Tanjungpuri itu nama daerah tempat objek wisata di Kabupaten Tabalong. Nah saya baru tahu kalau nama Tanjungpuri itu berasal dari nama kerajaan, *dasar tidak gaul*.

Saya juga baru tahu kalau Puteri Junjung Buih adalah puteri dari Raja Kartapala. Raja yang memerintah di Kerajaan Tanjungpuri.

Rasanya dulu saya pernah membaca entah di buku mana kalau Puteri Junjung Buih ini lahir dari buih yang muncul dari hasil pertapaan Lambung Mangkurat. Lambung Mangkurat kan Patih dari Kerajaan Negara Dipa? So, jadi yang mana yang benar ya?

Saya juga baru tahu kalau ada tiga nama Kabupaten di daerah Hulu Sungai yang diambil dari nama Lima Panglima Kerajaan Tanjung Puri.  Mereka adalah Tabalong, Balangan dan Tapin. Dua sisanya merupakan nama daerah di Kabupaten Hulu Sungai Tengah dan Kabupaten Hulu Sungai Selatan, yaitu Alai (Batang Alai) dan Hamandit (Batang Hamandit). Kisah Datu Banua Lima ditutup dengan kisah + fakta yang membuat saya yang berasal dari daerah pahuluan ini merasa bangga luar biasa ^^

Dari kisah Datu Patih Ampat, saya baru tahu kalau Datu Pambalah Batung yang —  nama beliau dijadikan nama Rumah Sakit di Amuntai sekaligus nama jalan rumah saya — beserta tiga Datu lainnya,  meskipun sudah gaib, tapi ternyata masih bisa dipanggil. Nah, hayooo, siapa yang berani coba memanggil Datu? 😀

Sebelum membaca buku ini, saya menganggap sebutan Datu ini hanya untuk orang-orang yang memiliki keramat yang ilmu agama Islamnya tinggi semisal Datu Kalampayan.

Tapi ternyata para panglima kerajaan jaman dulu pun bisa dipanggil Datu. Setelah saya cek di Kamus Besar Bahasa Indonesia. Salah satu dari arti Datu adalah orang yang keramat. Jadi asalkan punya keramat maka seseorang sudah bisa dipanggil Datu.

Dari tadi saya banyak membahas Datu-Datu yang berasal dari kerajaan lama. Lalu bagaimana dengan Datu-Datu yang ilmu agama Islamnya nya tinggi? Semisal Datu Kalampayan, Datu Nuraya, Datu Sanggul, Datu Suban dan Datu-Datu lainnya.

Well, sekali lagi, silakan dibaca sendiri. Membaca kisah-kisah para Datu ini membuat saya merasa kalau ilmu agama saya masih sangat sangat sangat jauh sekali. Ya iyalah ya, dibandingkan sama Pak Haji di seberang rumah saja saya masih kalah jauh ;(

Tapi kisah mereka tidak membuat saya minder dan pasrah. Biasanya sih kalau saya melihat orang yang tampaknya lebih alim daripada saya, saya akan merasa minder.  Namun, kisah-kisah para Datu ini malah membuat saya semangat untuk meningkatkan ibadah. Mungkin gara-gara keramat beliau-beliau ini ya? Wallahu a’lam.

Oh ya, ada satu lagi informasi penting dari buku ini yang membuat saya penasaran sekali ingin mencoba. Ini ada hubungannya dengan lewat di daerah Tatakan di Kabupaten Tapin. Catat ya, cuma “lewat”.

Ngomong-ngomong, apakah kalau kita ingin pergi dari Banjarmasin ke Hulu Sungai otomatis akan melewati Tatakan? Nanti saya cari tahu dulu deh. Pokoknya ada yang ingin saya coba. Penasaran? Baca saja kisahnya di cerita Datu Nuraya 😀

Terus…terus…soal tampilan bukunya. Saya lebih suka cover yang ini daripada cover edisi lama. Tapi typo atau kesalahan ketik di dalamnya banyak sekali.

Sebetulnya saya tidak terlalu bermasalah dengan typo. Asal kata-katanya masih bisa dibaca dan dimengerti maka tidak apa-apa. Soalnya saya yang cuma mengetik tulisan di blog saja masih belum bisa bebas dari typo, apalagi mengetik untuk sebuah buku yang tebalnya ratusan halaman.

Tapiiii kan kalau typo-nya kebanyakan, mengganggu juga sih 😀 . Semoga nanti kalau di cetak ulang lagi kisah Datu-Datu ini bisa bebas dari typo. Meskipun penerbitnya cuma penerbit lokal, bukan berarti kita tidak bisa bebas dari typo seperti penerbit-penerbit besar di pulau Jawa kan 😉

Kemudian lanjut ke soal siapa yang cocok membaca buku ini. Mmmmm….saya rasa buku ini kurang cocok untuk dibaca anak kecil meskipun kisah-kisahnya bergaya dongeng. Ada beberapa cerita yang cenderung ke cerita orang dewasa. Ada cerita yang menurut saya kelewat seram sampai saya tidak berani ke kamar mandi malam-malam. Ada juga yang membuat saya merasa kalau ada makhluk halus yang memandangi saya waktu saya tidur.

Terus sekedar info, kalau ada yang iseng ngecek ISBN di cover belakang buku, saya rasa ISBN nya salah cetak. Soalnya ISBN itu punyanya buku Sajadah Iblis. Tapi ISBN yang di bagian identitas buku di halaman depan benar saja kok.

At last,  saya memberi 3 dari 5 bintang untuk buku Datu-Datu Terkenal Kalimantan Selatan. Terutama untuk pengetahuan-pengetahuan baru dan cerita-cerita Datu-nya yang memotivasi.

NB: Antrian baca saya berikutnya adalah buku hadiah yang kedua, judulnya Syekh Abdul Hamid Abulung: Korban Politik Penguasa. Tunggu review-nya ya *wink*

Posted in Books, Fahrurraji Asmuni, Hemat, Non Fiction

SAJADAH IBLIS REVIEW

sajadah_iblisTitle: Sajadah Iblis: Cerita Sepak Terjang Iblis Menggoda Manusia | Author: Fahrurraji Asmuni, S. Pd, MM.| Edition language: Indonesian | Publisher: Hemat| Published: 2013 |Status: Owned Book (given by the author) | Date received: 19 September 2013 |  My rating: 3 of 5 stars

***

Dulunya iblis itu bernama Azazil. Memiliki julukan penuh kemuliaan yang berbeda-beda di setiap lapisan langit. Kisah tentang kenapa akhirnya dia diberi gelar baru dan akhirnya dikeluarkan dari surga sudah sangat populer dan tercantum dalam Al-Qur’an. 

Bermacam-macam usaha iblis untuk mencapai tujuannya. Membuat manusia sesat seperti dirinya. Tapi iblis juga memberitahukan kelemahannya. Apa dan siapa yang bisa membuatnya sengsara dalam usahanya untuk menyesatkan manusia.

Ketika iblis membentangkan sajadah, ada muslihat di sana. Ketika iblis mengaku kalah, dia masih punya tipu daya lain untuk orang yang lain. Sampai ketika iblis minta “pensiun”, keadaan manusia pun tetap tidak baik-baik saja, bahkan bisa dibilang lebih buruk. Jauh lebih buruk.

***

Bisa dibilang ini biografi atau portofolionya iblis. Lumayan kocak dan gaya bahasanya enak dibaca. Sayang banyak sekali typo. Desain di dalamnya juga rada tidak nyambung. Sedikit mengganggu kenyamanan membaca.

Buku ini dibagi dalam 33 chapter yang mengisahkan sepak terjang iblis dalam usahanya untuk menyesatkan umat manusia. Chapter favorit saya adalah chapter Iblis Minta “Pensiun”. Saya kira iblis minta pensiun gara-gara manusia tidak bisa lagi di goda. Ternyata eh ternyata gara-gara … ngg … ga usah diberitahu deh, takut spoiler, kalo penasaran baca saja sendiri bukunya, hohohoho.

Buku ini berhasil menjadi alarm yang ampuh untuk mengingatkan kita agar waspada terhadap usaha-usaha iblis untuk menjadikan kita sekutunya. Setidaknya bagi saya sih. Katakanlah saya yang awalnya sering lupa daripada ingat makan dan minum tanpa berdoa *eh* tiba-tiba jadi sering ingat daripada lupa *ehm*.

Buku ini juga bisa membuat kita melihat dengan jelas betapa mudahnya kita terjebak dalam tipu daya iblis. Sekaligus melihat betapa … ngg … maaf … b*d*hnya kita karena terjebak. Tentu saja kalau dilihat dari sudut pandang luar. Kalau dari sudut pandang kita sendiri sih tentunya kita tidak sadar dan tidak melihat bahwa apa yang kita lakukan itu sebenarnya salah.

Jadi, dengan kata lain, janji iblis untuk membuat kita memandang baik perbuatan maksiat seperti yang ada dalam QS. Al Hijr 39 itu berhasil (╥﹏╥)

Kesimpulannya, dibalik beberapa ‘kekeliruan’ dalam ‘tampilan’nya, buku ini berhasil menyampaikan pesannya dengan baik. So, 3 dari 5 bintang untuk Sajadah Iblis. I liked it.

Posted in Author, Books, Genre, Hemat, M. Hasbi Salim, Publisher, Short Stories

MISTERI POHON KASTURI: ANTOLOGI CERPEN ANAK REVIEW

Publisher’s Synopsis

Misteri Pohon Kasturi: Antologi Cerpen Anak by M. Hasbi Salim

Kasturi adalah sejenis mangga, berpohon besar, tinggi dan berdaun lebat. Buahnya sebesar telur itik Alabio, kulit arinya merah lembayung agak muda, daging dalamnya berwarna kuning keemasan, berbau harum dengan rasa yang sangat manis. Jenis tanaman ini telah dijadikan sebagai maskot flora Kalimantan Selatan.

Betapa serunya memunguti buah-buah kasturi ranum yang berjatuhan, sehingga terkadang anak-anak suka mendatangi pohon ini, tidak peduli suasana gerimis dan gelap.

Ada cerita menyeramkan di balik pohon kasturi yang usianya sudah ratusan tahun di Hambuku, Hulu Sungai Utara. Mau tahu? Baca cerpen yang berjudul Misteri Pohon Kasturi. Sementara itu, masih banyak cerpen-cerpen lainnya yang tidak kalah seru dan menariknya. Yuk! Baca lagi!

My Thougts

Yeay, I liked that.

Mengingatkan dengan masa kecil.

Paling suka dengan cerita Misteri Pohon Kasturi. Walaupun endingnya kurang greget. Tapi membangkitkan kenangan lah.

In my hometown memang sering ada acara ‘pungut’ bareng buah-buahan yang jatuh dari pohon kalau memang sudah musimnya. Tapi itu dulu, setidaknya bagi saya.

Dulu waktu SD, kebetulan SD saya juga SDN Paliwara 1 seperti yang ada di dalam cerita #ehm. Saya bersama teman-teman beramai-ramai membantu memungut ‘buah kalangkala’ (I’m sorry, saya tidak apa nama latin atau nama Indonesia untuk buah yang bentuknya bundar sedikit gepeng berwarna merah jambu muda ini) milik tetangga yang rumahnya ada di belakang sekolah kami.

Seru sekali. Si tuan rumah naik ke atas pohon dan menggugurkan buah-buahnya. Kami para anak SD dengan gembiranya membantu mengumpulkan buah-buahan tersebut. Sayang buah ini tidak enak dimakan langsung. Harus dimasak dulu. Kalau tidak sudah habis tuh buah kami rampok #eh

Selain ‘kalangkala’. Di belakang sekolah saya juga ada pohon ‘ramania’. Nah, kalau buah yang ini saya tahu nama Indonesianya, yaitu Gandaria. Pohonnya sangat besar sehingga halaman belakang sekolah saya selalu tampak gelap. Buahnya sering berjatuhan dan ga sengaja terinjak. Susah jadinya mencari yang masih utuh.

Suatu hari saya pernah keinjak buah yang masih muda. Pas diliat bijinya eh ternyata warnanya ungu. Dalam bahasa daerah Kalimantan Selatan, warna ungu disebut ‘biji ramania’. Saya ingat itu pertama kalinya saya tahu kalau biji ramania itu warnanya ‘biji ramania’ *telmi banget sih #tepok jidat

Eh, kok jadi curcol ya #hohoho. Habis kumpulan cerpen ini mengingatkan saya dengan masa-masa sekolah dulu. Soalnya setting cerpen ini kan di my hometown, jadi berasa familiar banget.

Kesimpulannya, 3 dari 5 bintang. I liked it.

NB: Saya belum pernah ikut memungut buah kasturi. Angkernya itu lo overwhelm me too tight. Hiiii…..

Title: Misteri Pohon Kasturi: Antologi Cerpen Anak  Author: M. Hasbi Salim Genre: Short Stories Edition language: Indonesian Page: 88 pages Publisher: Hemat Edition: Second edition,  Amuntai 2013 Status: Owned book  Price: Over Rp20.000,- Purchase location: Toko Sumber Amuntai Kalimantan Selatan My rating: 3 of 5 stars

Posted in Author, Books, Genre, Hemat, M. Hasbi Salim, Publisher

MERAJUT IMPIAN PUTERI SASIRANGAN REVIEW

Publisher’s Synopsis

Merajut Impian Puteri Sasirangan by M. Hasbi Salim

Lisa Andriani, remaja puteri yang pendiam. Namun memiliki wajah cantik, otak cemerlang keterampilan yang mumpuni. Ia dipercaya sebagai duta sekolahnya dalam sebuah Lomba Pemilihan Puteri Sasirangan dan menjadi pemenang dengan menyisihkan ratusan peserta yang berasal dari sekolah lainnya di kotanya.

Setelah terpilih sebagai Puteri Sasirangan, ia mulai mengenal dunia pentas. Dan perlahan-lahan tenggelam dalam gemerlapnya dunia hiburan yang penuh gaya, canda dan tawa. Namun, ketika peristiwa penculikan hampir saja menimpa dirinya, ia pun sadar bahwa dunia glamor tidak cocok baginya. Ia pun meninggalkan dunia hiburan. Lalu, memgembangkan potensi diri yang lain yaitu membuat batik sasirangan, batik tradisional Kalimantan Selatan yang sangat khas dan eksotik.

Tetesan keringatnya ternyata tidak sia-sia. Di mana kerajinan tradisional orang Banjar itu berkembang sangat pesat. Hasilnya bukan hanya berupa laba besar, tetapi turut mengharumakan nama dirinya dan bangsanya karena produksinya telah menembus pasaran dunia di era pasar bebas.

Satu persatu diperolehnya penghargaan dari berbagai pihak atas hasil kerja kerasnya tersebut, termasuk dari seorang pria yang menjadi pujaan hati karena sangat menyokong terwujudnya sebagian besar impiannya yang lain yaitu membawanya melancong ke tanah seberang dan ziarah ke Tanah Suci.

My Thougts

Lumayan seru, ada lucu-lucunya juga, menyentuh dan bikin bangga karena buku ini asli dari pengarang daerah.

Bagi yang belum kenal sama my lovely hometown, bisa mengenalnya lewat buku ini #eeaaaaa

But, I’m sorry untuk dua bintangnya. Yaaah, hanya it was ok. Saya memang kurang suka dengan genre atau gaya bahasa seperti yang ada di dalam buku ini.

Btw, saya juga kurang yakin buku ini masuk genre apa #plaak. Yang pasti saya memang kurang suka dengan cerita-cerita yang gaya bahasanya seperti ini:

Dengan berat hati Pak Jumberi melepas kepergian buah hatinya. Lama ia berdiri di beranda rumahnya walaupun mobil yang membawa Lisa sudah lenyap dari pandangan, bunyi mesin mobil sudah hilang dari pendengaran dan kepulan asap mesin pun sudah mengurai bersama udara pagi yang sejuk menusuk kulit…

But, never mind. Ini hanya masalah selera. Lepas dari bukan genre dan gaya bahasa, hmmm…apa ya, rasanya ceritanya kurang greget gimana gitu. Jalannya si Lisa terlalu mulus. Benar sih masalahnya ada, cuma cara penyelesainnya kurang menantang.

Endingnya datar. Tapi setidaknya menyentuhlah karena ada unsur-unsur Islami di dalamnya.

So, it was ok 🙂

NB: Ada esai sastra di belakang buku ini. Oleh-oleh dari Bali ketika penulis mengikuti Ubud Writers and Readers Festival 2012.

Title: Merajut Impian Puteri Sasirangan  Author: M. Hasbi Salim Genre: Cultural, Islamic Fiction Edition language: Indonesian Page: 114 pages Publisher: Hemat Edition: Second edition,  Amuntai December 2012 Status: Owned book  Price: Over Rp20.000,- Purchase location: Toko Sumber Amuntai Kalimantan Selatan My rating: 2 of 5 stars