Posted in Adventure, Books, Luis Sepulveda, Marjin Kiri

Pak Tua yang Membaca Kisah Cinta Review

***

bisa dibeli di BukaBuku.com

***

Blurb:

Di desa kecil di tengah rimba raya Ekuador, seorang kakek tua menyepi mencari kedamaian ditemani novel-novel cinta picisan yang didapatnya dari rumah bordir hilir sungai. Tapi kedamaian rupanya mustahil saat “peradaban” terus merangsek masuk menembus hutan. Ladang minyak. Demam emas. Perburuan. Alam pun membalas dendam lewat seekor macam kumbang. Seisi desa terancam dan si kakek tua tahu tak ada yang sanggup menghadapi hewan itu selain dirinya.

Kisah memukau tentang belantara Amazon dari seorang penulis Cile yang diasingkan oleh rezim militer Pinochet. Telah diterjemahkan ke lebih dari 30 bahasa dan difilmkan ke layar lebar.

My Review

Jadi setelah membaca Rumah Kertas, saya membaca buku ini, masih dalam “suasana morning sickness” dan sepertinya membaca buku ini dalam keadaan badan sedang tidak fit bukanlah ide yang bagus. Ada beberapa adegan di bukunya yang membuat saya eneg. Padahal adegan tersebut tidak ngeri-ngeri amat.

Saya tertarik membaca buku ini karena blurb-nya. Namun setelah selesai membacanya, saya merasa buku ini tidak seseru yang dijanjikan. Tetapi, mungkin kalau saya membacanya dalam keadaan sehat, kesan saya akan berbeda. Atau bisa juga ini karena saya memang kurang suka membaca kisah petualangan di belantara hutan ala ala Amazon seperti ini. Ntah kenapa kalau setting ceritanya semacam ini, saya jadi teringat film Anakonda, hohoho.

Jadi, yaaa, seperti yang blurb-nya bilang, ini cerita tentang Pak Tua yang mempunyai segudang pengalaman tentang bagaimana caranya hidup di belantara hutan hujan yang penuh dengan binatang liar yang ganas. Pak Tua belajar langsung dari suku asli yang tinggal di hutan tersebut. Tapi seperti biasa, para orang asing perlahan-lahan merangsek masuk dan mengambil alih hutan untuk kepentingan pribadi tanpa peduli dengan alam. Sampai akhirnya, hanya gara-gara kesalahan satu orang pemburu, nyawa banyak orang jadi terancam karena ada seekor macan pintar yang ingin membalas dendam.

Nah, sepertinya hanya Pak Tua yang bisa mengalahkan si macan. Padahal Pak Tua hanya ingin hidup tenang dengan membaca novel-novel cinta. Belum lagi penguasa daerah itu, yang meminta Pak Tua untuk menangani si macan sepertinya punya maksud tersembunyi karena Pak Tua sering membuatnya sebal.

At last, saya rasa sudah berulang kali diceritakan (plus dirasakan akibatnya juga), bagaimana alam bisa membalas dendam kalau manusia merusak alam seenaknya. Tapi manusia memang bandel sih. Dan buku ini bisa jadi pengingat untuk kita agar tidak seenaknya merusak alam. Kalau alam sudah balas dendam, baru tahu rasa deh. *sotoy mode on*. So, 3 dari 5 bintang untuk buku ini. Lumayan.

***

Judul: Pak Tua yang Membaca Kisah Cinta | Pengarang: Luis Sepulveda | Penerbit: Marjin Kiri | Penerjemah: Ronny Agustinus | Edisi: Bahasa Indonesia, Cetakan II, Agustus 2017, 133 halaman | Status: My Owned Book | Rating saya: 3 dari 5 bintang

Posted in Books, Books About Books, Carlos Maria Dominguez, Marjin Kiri

Rumah Kertas Review

***

Buku mengubah takdir hidup orang-orang.

(Rumah Kertas, hlm. 1)

Blurb:

Seorang profesor sastra di Universitas Cambridge, Inggris, tewas ditabrak mobil saat sedang membaca buku. Rekannya mendapati sebuah buku aneh dikirim ke alamatnya tanpa sempat ia terima: sebuah terjemahan berbahasa Spanyol dari karya Joseph Conrad yang dipenuhi serpihan-serpihan semen kering dan dikirim dengan cap pos Uruguay. Penyelidikan tentang asal usul buku aneh itu membawanya (dan membawa pembaca) memasuki semesta para pecinta buku, dengan berbagai ragam keunikan dan kegilaannya!

My Review

Judul yang menarik hati dan sampul yang keren. Saya suka.

Sayangnya, untuk ukuran buku setipis ini, saya merasa lama sekali baru bisa selesai membacanya. Ketika membaca buku ini, saya sedang kena morning sickness, alhasil dalam penglihatan saya, bahasanya jadi tampak berbelit-belit. Selain itu, nama-nama tokoh serta nama tempat-tempatnya yang terasa asing juga ikut jadi penyebab. Saya jadi tidak sepenuhnya paham dengan apa yang saya baca, sehingga saya memutuskan untuk membacanya sekali lagi, dan yaaa, akhirnya sepertinya saya paham.

Jadi seperti yang blurb-nya bilang, ini adalah cerita tentang para pecinta buku dengan berbagai ragam keunikan dan kegilaannya. Endingnya suram sih kalau menurut saya. Tapi setidaknya saya senang, karena sepemahaman saya, buku ini menegaskan kalau pecinta buku  itu salah duanya adalah para kolektor dan  para pembaca. Soalnya selama ini, di lingkungan tempat tinggal saya, para pecinta buku itu seolah-olah diharuskan untuk bisa menulis dan atau bisa bercerita di depan umum. Dua keterampilan yang tidak saya miliki, hahhah. Jadinya saya seperti merasa tersisih dari komunitas buku yang ada di kota saya. Saya cuma suka membaca, koleksi saya lumayan banyak, dan timbunan saya juga, #eh.

Ngomong-ngomong, kalau dibandingkan dengan kisah para pecinta buku yang ada di buku ini, saya jadi merasa tidak ada apa-apanya. Kecintaan mereka terhadap buku sudah dalam tingkatan yang bisa dibilang gila. Salah satu pecinta buku ini mempunyai buku yang memenuhi setiap sudut rumahnya, bahkan sampai ke kamar mandi. Dia juga menyusun sistem katalog sendiri untuk mengelompokkan buku-bukunya, berdasarkan hubungan “kekerabatan” antar penulis. Namun kerja kerasnya dalam menyusun sistem katalog hancur dalam sekejap karena kecerobohannya sendiri. Sampai akhirnya dia nyaris tidak bisa memaafkan dirinya sendiri dan melakukan sesuatu terhadap koleksi buku-bukunya yang berharga yang, mungkin, susah sekali dimaafkan oleh para pecinta buku manapun.

At last, membaca akhir buku ini membuat saya merasa ngeri sendiri saat membayangkan tentang bagaimana si pecinta buku akhirnya memutuskan memperlakukan buku-bukunya. Tapi kalau dipikir-pikir, yaaaa, itulah uniknya. Seperti saya mungkin, yang lebih suka memberikan buku kepada teman daripada meminjamkannya. Hanya karena saya tidak sanggup menanggung akibat dari proses meminjam itu sendiri yang kemungkinan berakhir dengan rusaknya buku-buku saya atau malah tidak kembali sama sekali. Jadi mending saya kasihkan saja sekalian, setidaknya dengan memberikannya, saya tidak perlu was-was lagi menunggu nasib buku saya, karena buku itu sudah menjadi milik mereka, hahhah.

So, 3 dari 5 bintang untuk buku ini. I liked it.

***

Judul: Rumah Kertas | Pengarang: Carlos Maria Dominguez | Penerbit: Marjin Kiri | Edisi: Bahasa Indonesia, 76 halaman | Rating saya: 3 dari 5 bintang