Posted in Author, Classic, Genre, Gramedia Pustaka Utama, Publisher, Sir Arthur Conan Doyle

A Study in Scarlet – Penelusuran Benang Merah

Penelusuran Benang Merah

Judul: A Study in Scarlet – Penulusuran Benang Merah

Pengarang: Sir Arthur Conan Doyle

Tahun Terbit: Maret 2006

Penerbit: PT. Gramedia Pustaka Utama

Jumlah hal: 216 halaman

Kategori: Fiksi, Novel

Harga: Rp20.000,-

Dibeli di: Gramedia Online

Dibeli tanggal: 26 Oktober 2007

Selesai dibaca tanggal: 26 Oktober 2007

My rating: 5 of 5 stars

 

Sinopsis Penerbit

Penggemar setia buku-buku Sherlock Holmes tentu sudah mengenal detektif kondang itu dan sahabatnya, Dr. Watson. Dokter inilah yang dengan tekun mengikuti kasus-kasus yang ditangani Holmes, lalu mencatat dan mempublikasikannya.

Penelusuran Benang Merah merupakan buku pertama dalam seri Sherlock Holmes dan mengisahkan perkenalan Dr. Watson dengan sang detektif. Dr. Watson yang ketika itu belum mengetahui profesi Holmes, pada awalnya dibuat bingung oleh keeksentrikan pria itu serta kemampuannya yang unik. Holmes sangat pandai dalam ilmu deduksi dan mampu menebak keadaan seseorang hanya dalam sekali pandang. Tamu-tamu yang mengunjungi di rumah sewaan mereka di Baker Street, berasal dari berbagai kelas sosial mulai dari bangsawan sampai portir. Holmes mahir bermain bola, tapi lebih sering menggeseknya secara sembarang. Ia bisa tampak sangat bersemangat, namun di lain waktu termenung-menung dengan pandangan kosong seperti orang kecanduan narkotika.

Dr. Watson baru memahami teman barunya itu ketika ia mengetahui profesi Holmes dan mendapat kesempatan untuk menyaksikan sang detektif bekerja, menelusuri benang merah pembunuhan yang terjadi di jantung kota London.

My Review

A Study in Scarlet

Diawali dengan pertemuan dokter John H. Watson, seorang pensiunan departemen medis angkatan darat, dengan Mr. Sherlock Holmes, teman satu apartemennya, yang apa profesinya masih menjadi misteri dan membuat Watson penasaran setengah mati.

Lucunya, Watson berusaha menyelidiki apa pekerjaan  Holmes layaknya seorang detektif.  Namun ternyata orang yang diselidikinya itulah yang detektif. Bukan sembarang detektif pula, tapi detektif konsultan hebat yang memiliki metode pengamatan yang luar biasa dan unik.

Watson berkesempatan menyaksikan secara langsung bagaimana Holmes bekerja saat Holmes mengajaknya untuk menyelidiki kasus pembunuhan Mr. Enouch J. Drebber di sebuah rumah kosong di Lauristons Gardens No. 3. Entah bagaimana pria ini tewas tanpa luka apapun, di sebuah ruangan yang bernoda darah, tidak ada yang tahu. Sebuah cincin pernikahan wanita ditemukan dan kata RACHE tertulis di dinding dengan menggunakan darah. Lestrade, seorang detektif dari Scotland Yard, yakin kalau kata itu ada hubungannya dengan seorang wanita bernama Rachel.

Namun, Holmes, setelah mondar-mandir di TKP dengan semangat seperti anjing pemburu yang melacak buruannya – meneliti dan mengukur tanda-tanda yang tidak terlihat serta berceloteh sendiri, dengan yakin mengatakan bahwa pembunuhnya adalah seorang pria dengan tinggi 180 cm dengan usia tidak lebih dari 40 tahun. Korban dibunuh dengan racun. Kata RACHE di dinding berarti pembalasan dalam bahasa Jerman – yang tidak ada hubungannya dengan Miss Rachel serta pernyataan-pernyataan lain yang membuat Watson, Lestrade dan Gregson (detektif Scotland Yard yang lain),  ternganga keheranan.

Watson yang beruntung menerima penjelasan sederhana  dari Holmes tentang bagaimana dia begitu yakin tentang rincian pembunuh tersebut. Salah satunya adalah bagaimana Holmes mengetahui tinggi  badan pembunuh dari tulisan di dinding. Pada saat seseorang menulis di dinding, nalurinya menyebabkan ia menulis di atas ketinggian matanya sendiri. Jarak tulisan itu dari lantai kurang lebih 180 sentimeter.

Lestrade, Gregson dan Holmes pun bersama-sama menyelidiki pembunuhan tersebut, namun ketiganya mengikuti petunjuk yang berbeda.  Gregson menemukan alamat kos tempat Mr. Drebber menginap dan yakin bahwa tersangka pembunuhannya adalah putra dari pemilik kos. Motifnya adalah balas dendam karena korban berlaku tidak sopan kepada adik perempuan tersangka. Namun, keyakinan Gregson gugur setelah Lestrade yang mencurigai Mr. Strangerson si asisten korban sebagai pembunuhnya malah menemukan Mr. Strangerson juga ikut dibunuh.

Gregson dan Lestrade memberitahukan hal tersebut kepada Holmes. Namun, Holmes dengan tenangnya malah memesan kereta kuda untuk bepergian. Ketika dia meminta bantuan kusir untuk membawa barang-barangnya, secara tiba-tiba Holmes menangkap si kusir dan memperkenalkan kepada Watson, Gregson dan Lestrade bahwa kusir tersebut, yang bernama Jefferson Hope, adalah pembunuhnya.

Setelah sebelumnya berusaha memberontak dan melarikan diri, Jefferson Hope pun mengakui perbuatannya dan menceritakan fakta menyedihkan dibalik motif pembunuhan yang telah dilakukannya.

Bagaimana Holmes berhasil melacak si pembunuh dan kisah menyedihkan apa yang diceritakan oleh Jefferson Hope, silakan baca sendiri bukunya. Highly recommended.

My note

Sekali, dua kali, se-sudah tidak terhitung-kalinya dibaca,  A Study in Scarlet masih menyisakan tiga kesan seperti pertama kali membacanya. Yang pertama adalah “Wow, keren banget ne detektif”. Yang kedua “Hiks, kasian banget si Jefferson Hope”. Terakhir “Saya sangat menyukai novel ini”.

Direkomendasikan pertama kali oleh Detektif Conan, novel Sherlock Holmes sontak langsung jadi novel detektif terfavorit. Kalau dalam bahasa banjar (bahasa daerah Kalimantan Selatan)nya sih “rami banar tu pang sudah”.

Membaca petualangannya membawa kita seakan hidup di abad ke-19. Kejelian Holmes dalam ilmu deduksi membuat kagum hampir di sepanjang cerita.  Setelah terheran-heran dibagian pertama gara-gara kejeniusan Holmes, bagian keduanya membuat hati terasa diiris-iris dengan kenyataan menyedihkan dibalik kehidupan si pembunuh dan si korban, sehingga akhirnya dengan suka rela setuju kalau novel A Study in Scarlet adalah novel detektif terbaik yang pernah saya baca.

Author:

Love book and wanna study abroad to Holland

4 thoughts on “A Study in Scarlet – Penelusuran Benang Merah

Leave a comment